Kamis, 11 Agustus 2011

Fatwa Yang Mulia Asy-Syaikh Al-Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkholi –حفظه الله-

Fatwa Yang Mulia Asy-Syaikh Al-Allamah Robi’ bin Hadi Al-Madkholi –حفظه الله-

Sang penanya berkata: “Syaikh Muqbil –رحمه الله- telah membangun dakwah salafiyah di Yaman dengan penuh ‘iffah (tanpa meminta-minta) dan beliau telah menulis bagi ahli Yaman suatu risalah yang beliau beri judul Dzammul-Mas’alah (Tercelanya Meminta-minta).”

Pertanyaan: “Sebagian para da’i terkadang meminta-minta harta kepada orang-orang dengan alasan dakwah, maka apa batasan-batasan dalam meminta-minta kepada manusia dengan alasan dakwah?”

Beliau (Syaikh Robi’) memberikan jawaban: “Kesimpulannya -semoga Alloh -سبحانه وتعالى- merohmati Syaikh Muqbil- dan kita memohon kepada Alloh agar beliau meninggalkan kebaikan bagi ahli Yaman dan lainnya sepeninggal beliau.
Sesungguhnya Syaikh Muqbil telah mengingatkan kami akan kezuhudan para salaf, kewaro’an, keperkasaan, kemuliaan, keengganan (terhadap dunia, kebatilan dan sebagainya) dan keberanian mereka dalam menyampaikan yang haq. Dengan sebab beliau dakwah salafiyah telah merata di seluruh Yaman, dan telah meninggalkan bagi mereka kebaikan. Semoga Alloh memberikan keberkahan kepada murid-murid beliau dan menjadikan mereka orang-orang yang semisal dengannya. Demi Alloh, sesungguhnya beliau adalah satu contoh permisalan dalam hal kezuhudan, waro’ dan dalam hal menghinakan dunia. Beliau seorang yang memiliki pandangan jernih disaat beliau menolak untuk diberikan harta dan memperingatkan dari meminta-minta. Sehingga aku teringat disaat beliau membantah habis-habisan orang-orang yang mengumpulkan harta dengan mengatas-namakan beliau. Betapa jauhnya beliau dari perkara yang tercela itu. Semoga Alloh mencurahkan barokah-Nya kepada beliau.

Bukanlah suatu hal yang darurat, sehingga seseorang itu tampil untuk meminta-minta dengan atas nama dakwah, yang salafus sholih tidak pernah melakukannya. Imam Ahmad bin Hambal –رحمه الله- apakah pernah menengadahkan tangannya untuk meminta harta dengan alasan dakwah? Bahkan beliau adalah seorang yang menolak ketika hendak diberikan harta. Beliau telah memberikan contoh yang paling bagus dalam hal menjaga harga diri dan keengganan terhadap perbuatan meminta-minta, saat beliau melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu kepada Abdurrozzaq –رحمه الله-. Beliau melakukan perjalanan dari Iraq ke Shon’a (Ibukota negeri Yaman). Di tengah perjalanan, beliau dan sahabat dekatnya Yahya bin Ma’in –رحمه الله- ketika sedang mengerjakan haji, keduanya mendapati Abdurrozzaq di Mekkah Al-Mukarromah. Kemudian berkatalah Ibnu Ma’in: “Ini dia Abdurrozzaq, Alloh -سبحانه وتعالى- telah mempertemukannya dengan kita di sini, maka kita tidak perlu lagi melakukan perjalanan ke Shon’a.” Imam Ahmad berkata: “Sesungguhnya aku telah berniat untuk melakukan perjalanan ke Shon’a, maka aku tidak akan menarik kembali (niat tersebut).” Beliau pun mulai melanjutkan perjalanan, maka ketika di tengah perjalanan beliau kehabisan bekal. Teman-teman beliau ketika mengetahui hal tersebut besegera menawarkan harta kepada beliau. Namun Imam Ahmad menolaknya dan beliau lebih memilih untuk menjadikan dirinya seorang pemikul barang-barang yang berat milik penggembala onta yang miskin yang tinggal di gunung dalam keadaan beliau seorang imam –رحمه الله-. Beliau memandang bahwa bekerja dan makan dari hasil tangan sendiri seribu kali lebih utama daripada menerima pemberian manusia, karena sesungguhnya tangan yang di atas adalah tangan orang yang memberi dan tangan yang di bawah adalah tangan yang menerima pemberian. Imam Ahmad tidaklah ingin tangannya menjadi yang di bawah -semoga Alloh meridhoinya-. Oleh karena itu, aku menasehatkan kepada para ulama dan para penuntut ilmu untuk mengulang kembali kepada kita kemuliaan perjalanan hidup para salaf dan hendaklah mereka memahami bahwasanya tamak terhadap harta merupakan perkara yang sangat membahayakan bagi dakwah salafiyyah.

Sebagai buktinya, bahwasanya fitnah di jaman sekarang menyala disebabkan harta. Disaat sebagian manusia menadahkan tangannya untuk meminta-minta kepada yayasan ini dan yayasan itu, maka kita meminta perlindungan kepada Alloh dari fitnah tersebut. Demi Alloh, sesungguhnya harta itu fitnah. Demi Alloh, penuntut ilmu yang jumlahnya sedikit, yang keluar dari suatu masjid, dalam keadaan mereka menjaga kehormatan diri dari meminta-minta, cerdas serta mulia, lebih baik daripada jutaan pemburu harta, dan orang-orang yang tamak terhadap harta.

Kami menasehatkan kepada para pemuda yang telah mengenal manhaj salaf dan para ulama dari mereka untuk mengulang kembali perjalanan hidup para salaf sebagaimana salafus sholih telah mengangkat bendera as-sunnah. Hendaklah mereka juga ikut mengangkat bendera kemuliaan, keagungan, kezuhudan, kewaro’an dan kesucian jiwa dari keinginan-keinginan dunia.

Demi Alloh, tidak ada yang membahayakan bagi dakwah salafiyyah di Yaman, kecuali karena tersebarnya harta dan haus terhadapnya, sehingga terjadilah ftnah tersebut saat itu. Harta itu memiliki andil yang sangat besar untuk memanaskan api fitnah. Maka hendaklah mereka bertaubat kepada Alloh dan kembali kepadanya, dan hendaklah saling mengikat persaudaraan, dan kami nasehatkan kepada mereka agar saling menasehati kepada perkara yang haq dan dalam kesabaran atas segala kesulitan hidup.
﴿ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الأموال والأنفس والثمرات وبشر الصابرين﴾
“Sungguh Kami benar-benar akan menguji kalian dengan suatu ketakutan dan kelaparan dan kekurangan harta dan jiwa serta buah-buahan dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqoroh)

Demi Alloh, sesungguhnya para salaf tidaklah membawa dakwah ini kepada kita dengan kemewahan harta dan kendaraan. Akan tetapi mereka membawanya dengan penuh kezuhudan, kewaro’an dan kesucian hati -semoga Alloh meridhoi mereka-. Kami nasehatkan kepada pengikut jejak salafus sholih di mana saja mereka berada dan yang di Yaman secara khusus yang Alloh -سبحانه وتعالى- telah angkat di dalamnya bendera as-sunnah agar mereka menjaga dakwah ini dan seandainya harta datang untuk merusak mereka, maka hendaknya mereka menendang dengan kaki-kaki mereka dan tetap di atas jalan mereka yang agung lebih mulia, menyebarkan seruan Alloh yang mulia lagi suci.” (Kaset pertanyaan pemuda Aden tentang fitnah Abul Hasan)
(Sumber ; Kutipan “FATWA-FATWA PARA ULAMA SEPUTAR YAYASAN” di http://kebenaranhanya1.wordpress.com/2011/01/13/fatwa-fatwa-para-ulama-seputar-yayasan/)

Berkata Syaikh Muqbil dalam terjemah beliau yang ditulis oleh Ma'mar Al-Qodasy halaman 30 :
"demikian pula yayasan-yayasan tidaklah didirikan kecuali untuk menghabiskan harta manusia dan menghalangi dari sunnah dan menyiapkan dirinya untuk menjadi hizbiy." (Sumber ; http://isnad.net/).

Ini bantahan bagi mereka yang mengatasnamakan Syaikh Muqbil dalam membolehkan yayasan.

Disamping itu, telah diterjemahkan dan disampaikan juga fatwa Syaikh Robi' tersebut oleh Ustadz Muhammad Ja'far dari Jambi ketika Muhadhoroh di Mushala Nurul Ikhsan Pangkalan Kerinci pada hari Senin, 25 Rabiul Awwal 1432 H / 28 Februari 2011 M.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar...