Jumat, 22 April 2011

RINGKASAN UCAPAN ULAMA UMMAH TENTANG KESESATAN SURURIYYAH

RINGKASAN
UCAPAN ULAMA UMMAH
TENTANG KESESATAN SURURIYYAH


Dengan Muroja`ah:
Para Masyayikh dan Pengajar Markaz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman –Harosahallohu-:
Asy Syaikh Al Fadhil Al Faqih
Jamil Bin Abdah Ash Shilwi -hafidhahulloh-
Dan Asy Syaikh Al Fadhil
Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidhahulloh-
Dan Asy Syaikh Al Fadhil Al Mujahid
Muhammad bin Husain Al `Amudi Al `Adni -hafidhahulloh-

Disusun Oleh
Abu Fairuz Abdurrohman bin Sukaya
Aluth Thuri Al Qudsi Al Indonesi
Afalloh `anhu
(Markaz Induk Darul Hadits
Dammaj Yaman –Harosahallohu-)

PENDAHULUAN

Segala pujian yang sempurna bagi Alloh Yang telah berfirman:
}æãÇ ÃãÑæÇ ÅáÇ áíÚÈÏæÇ Çááøóå ãÎáÕíä áå ÇáÏíä ÍäÝÇÁ æíÞíãæÇ ÇáÕáÇÉ æíÄÊæÇ ÇáÒßÇÉ æÐáß ÇáÏíä ÇáÞíãÉ{
"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Alloh dalam keadaan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan condong dari kesyirikan kepada tauhid, dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, dan itulah agama yang lurus." (QS Al Bayyinah 5(
Dan aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang benar selain Alloh dan bahwasanya Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, yang bersabda:
ÅäãÇ ÇáÃÚãÇá ÈÇáäíÇÊ¡ æÅäãÇ áßá ÇãÑÆ ãÇ äæì. Ýãóäú ßÇäÊ åÌÑÊå Åöáóì Çááøóå æÑÓæáå ÝåÌÑÊå Åöáóì Çááøóå æÑÓæáå¡ æãä ßÇäÊ åÌÑÊå Åáì ÏäíÇ íÕíÈåÇ Ãæ ÇãÑÃÉ íäßÍåÇ ÝåÌÑÊå Åöáóì ãÇ åÇÌÑ Åáíå
"Sesungguhnya amalan itu hanyalah sesuai dengan niatnya, dan hanyalah setiap orang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa hijrohnya itu kepada Alloh dan Rosul-Nya maka hijrohnya itu adalah kepada Alloh dan Rosul-Nya dan barangsiapa hijrohnya itu kepada dunia yang akan diperolehnya atau perempuan yang akan dinikahinya maka hijrohnya itu adalah kepada apa yang diniatkannya." (HSR Al Bukhori dan Muslim).
Wahai Allah limpahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya, kemudian daripada itu:
Maka sesungguhnya Allah ta'laa berfirman :
}æóßóÐóáößó äõÝóÕøöáõ ÇáúÂóíóÇÊö æóáöÊóÓúÊóÈöíäó ÓóÈöíáõ ÇáúãõÌúÑöãöíä{ .
"Dan demikianlah kami memperinci ayat-ayat dan agar jelaslah jalan orang – orang yang jahat."
Dan Hudzaifah ibnul Yaman radhiyalloh `anhuma berkata:
ßóÇäó ÇáäøóÇÓõ íóÓúÃóáõæäó ÑóÓõæáó Çááøóåö -Õáì Çááå Úáíå æÓáã- Úóäö ÇáúÎóíúÑö æóßõäúÊõ ÃóÓúÃóáõåõ Úóäö ÇáÔøóÑøö ãóÎóÇÝóÉó Ãóäú íõÏúÑößóäöí. ÇáÍÏíË
"Dulu orang-orang bertanya kepada Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena aku takut akan menimpa diriku (al hadits)" (HSR Al Bukhori dan Muslim)
Para imam – penjaga agama- zaman ini telah menulis kitab-kitab yang menyingkap kebatilan sururiyah dan memperingatkan umat akan bahaya mereka. Dan Alloh azza wajalla dengan kitab-kitab tadi telah menyelamatkan banyak sekali umat Islam dari cakar dan taring mereka.
Akan tetapi ada dari kalangan umat Islam dua kelompok muslimin yang senang kepada kebaikan, yang mana semangat dan pengetahuan mereka tidak seberapa kuat sehingga mereka mengalami sedikit kesulitan dalam mengambil manfaat dari kitab-kitab yang mubarok tersebut. Dua kelompok tersebut adalah orang awam dan para pemula.
Kemudian ada seorang mulia yang memintaku untuk menyebutkan ringkasan kebatilan sururiyah, agar memudahkan pemahaman kedua kelompok umat yang terancam menjadi sasaran para hizbiyyun.
Maka kusambut permintaan tersebut dengan menulis risalah ini sesuai dengan apa yang dimudahkan oleh Alloh ta`ala. Dan risalah ini adalah semacam ujung pena yang menyebutkan ringkasan kebatilan sururiyyun, dengan harapan bisa mempermudah pengenalan terhadap mereka, dan sebagai peringatan akan pentingnya upaya mempertajam pengetahuan tentang fitnah, dan sekaligus menjadi dorongan untuk kembali kepada kitab-kitab ulama yang membantah kesesatan ahlul bid`ah. Dan kitab-kitab tadi adalah salah satu dari sebab-sebab keselamatan umat, tegaknya urusan mereka, lurusnya agama mereka serta sebagai kemuliaan buat mereka.
Beberapa masyayikh dan pengajar Markaz Induk Darul Hadits Dammaj Yaman –Harosahallohu- telah berkenan untuk memeriksa tulisan ini. Mereka tersebut adalah:
1- Asy Syaikh Al Fadhil Al Faqih Jamil Bin Abdah Ash Shilwi -hafidhahulloh- (wakil mufti dan pimpinan Markaz Induk Darul Hadits Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri -hafidhahulloh-)
2- Asy Syaikh Al Fadhil Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidhahulloh- (pengajar dan penulis banyak kitab yang bermanfaat)
3- Asy Syaikh Al Fadhil Al Mujahid Muhammad bin Husain Al `Amudi Al `Adni -hafidhahulloh- (pengajar dan penulis banyak risalah bantahan terhadap hizbiyyun)
Dan mereka -hafidhahumulloh- telah berkenan untuk memberikan beberapa perbaikan dan tambahan-tambahan yang penting demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga Alloh membalas mereka dengan kebaikan. Ada beberapa nasihat Asy Syaikh Abu Amr Abdul Karim Al Hajuri -hafidhahulloh- yang sangat penting yang akan diterapkan pada edisi berikutnya Insya Alloh.
Hanya dari sisi Alloh sematalah taufiq itu.

Bab Pertama: Waspadalah Terhadap Pemikiran Yang Menyerupai Kebenaran, Dari Kalangan Musuh-Musuh Yang Menyamar Sebagai Ahlul Haq

Imam Al Hafidh Abdul Ghoni bin Abdul Wahid Al Maqdisi -rahimahulloh- berkata: "Ketahuilah -rahimakalloh- bahwasanya Islam dan Muslimin tertimpa musibah dari tiga golongan:
Satu kelompok yang menolak hadits-hadits sifat Alloh dan mendustakan para perawinya. Mereka ini lebih berbahaya terhadap Islam dan Muslimin daripada orang-orang kafir.
Satu kelompok yang yang mengakui keshahihan hadits-hadits tersebut dan menerimanya, tapi menta`wilinya (memalingkan maknanya dari lafazh lahiriyahnya tanpa dalil). Maka mereka ini lebih berbahaya daripada kelompok pertama.
Kelompok ketiga yang menjauh dari dua pendapat pertama, dan memilih –dengan persangkaan mereka- pendapat yang mensucikan Alloh, dan mereka itu dusta dengan ucapan tadi, karena sikap tadi secara kenyataan menjerumuskan mereka kepada dua pendapat pertama (ingkar dan ta`wil). Dan mereka ini lebih besar bahayanya daripada dua kelompok pertama.
("Aqidah Al Hafidh Abdul Ghoni bin Abdul Wahid" hal. 121 lihat "Naqdur Rijal" hal. 113-114)
Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- setelah menyebutkan musuh ahlul haq wat tauhid dari kalangan ilmaniyyun (sekuler), yahudi, nashoro, komunis dan ahlul bida` yang sesat dari kalangan ahlil khurofat, hizbiyyun dan harokiyyun, beliau berkata:
"Dan yang paling kuat tusukannya dan paling keras pengaruhnya adalah ahlul bida` yang menyimpan dendam, karena mereka itu dengan makar dan tipu dayanya serta baju sunnah yang mereka pakai bisa masuk ke seluruh markaz, menerobos lewat setiap saluran dari sekolah-sekolah, kampus-kampus dan masjid-masjid dan sebagainya. Maka mereka bisa membentuk suatu generasi yang membawa pemikiran mereka –semuanya atau sebagiannya- dengan sengaja ataupun tidak. Maka generasi yang telah mereka latih dan mereka bentuk dengan pengawasan langsung mulai bergerak dan menyeru kepada pemikikiran mereka dan membelanya dengan kegiatan di sana-sini di kampus dan sekolah dalam suasana yang susah ini. Yang mana dakwah Alloh butuh kepada pria-pria yang cemburu dan mengangkat bendera dakwah dengan kuat dan tekad untuk menyerang kavaleri kebatilan, tipu daya dan makar, sehingga bisa mengusir balik mereka sampai mundur ke belakang dengan hina.
Tiba-tiba saja ada suara-suara naik dengan membawa nama salafiyyah dan keadilan untuk orang-orang yang mereka gambarkan terdholimi dari kalangan ahlil bida` yang memerangi ahlussunnah wat tauhid di tengah-tengah rumah mereka, dan merusak akal dan akidah dari kebanyakan anak-anak ahlussunnah wat tauhid, dan memperburuk gambar manhaj salafi dan para salafiyyun di mata anak-anak mereka.
Maka mulailah orang-orang yang terkemuka dari generasi tersebut menyerukan manhaj baru dalam mengkritik manhaj-manhaj, dakwah-dakwah dan kitab-kitab serta tokoh-tokoh. Mereka itu mengaku-aku bahwasanya manhaj inilah manhaj yang pertengahan. Maka kebanyakan dari para pemuda dan para penulis mengira bahwa demikianlah adanya bahkan menyatakan bahwa inilah manhaj ahlusnnah wal jama`ah.
Dan beredarlah tulisan-tulisan dari sebagian orang yang menisbatkan diri kepada salaf. Dan kebanyakan para pemuda terpengaruh, terpikat, dan menerimanya karena mereka menyangka bahwa itulah kebenaran dan keadilan. Dan mulailah meresap ke dalam jiwa-jiwa mereka –disayangkan- dalam keadaan mereka itu tidak tahu bahwa manhaj tadi adalah madzhab resapan ke dalam Islam dan muslimin , meresap masuk kepada mereka yang berasal dari musuh-musuh mereka sebagaimana meresapnya pemikiran yang lain ke dalam masyarakat Islam." ("Naqdur Rijal" hal. 19-20)

Bab Dua: Pendiri Sururiyyah

Sururiyyah adalah firqoh (sempalan) yang dinisbatkan kepada seorang pria haroki (pergerakan) yang bernama Muhammad bin Surur bin Nayif Zainal Abidin yang bermukim di kota kafir London – Inggris. Dulunya dia adalah anggota firqoh khorijiyyah shufiyyah "Al Ikhwanul Muslimin" selama dua puluh tahun, kemudian keluar dari firqoh tersebut dan melontarkan kritikan terhadapnya serta menampakkan sunnah dan membantah beberapa ahli bid`ah sehingga meraih beberapa pujian dari para ulama besar seperti Imam Abdul Aziz ibnu Baz dan Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahumalloh- dan selainnya.
Ketika terjadi krisis teluk muncullah jati diri mereka sebagai khowarij dan nampaklah kebencian mereka yang sangat terhadap Ahlussunnah dan serangan terhadap Salafiyyin sehingga akhirnya kebanyakan para ulama mengkritik mereka seperti Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahulloh-, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan -hafidhahulloh-, Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi, Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi, dan Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi, dan lainnya -hafidhahumulloh-, dan menetapkan bahwa Muhammad bin Surur dan anak buahnya adalah ahlul bid`ah. (sumber penukilan: lihat kitab-kitab yang tersebut pada bab tiga).
Imam Muqbil bin Hadi Al Wadi`i -rahimahulloh- berkata: "Telah terang hakikat bahwasanya mereka itu adalah hizbiyyun, dan melarikan orang dari ulama." ("Tuhfatul Mujib" hal. 144)
Dan Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata: "Maka sesungguhnya aku menasihatkan kepadamu agar engkau menjauhkan diri dari mereka dan lari dari mereka." ("Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 247)
Dan Fadhilatusy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri -hafidhahulloh- telah menjulukinya sebagai hizbi besar dan bahwasnya dia itu sesat. ("Syar`iyyatun Nush waz Zajr" hal. 46)
Dan ketahuilah bahwasanya Sururiyyah adalah salah satu dari keturunan "Al Ikhwanul Muslimin", metodenya tidak jauh berbeda dengan metode sang induk. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 145, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 224 dan 247.

Bab Tiga: Sebagian Sifat Sururiyyah

1- Marah terhadap manhaj Jarh wat Ta`dil yang dengannya terbongkarlah kejelekan hizbiyyun. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 277
2- Bersembunyi di balik nama Salafiyyah. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 144 dan 148, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 247 dan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 239.
Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- berkata tentang sururiyyah: "Memang dia itu adalah jamaah yang benar-benar ada, sekalipun saudara Muhammad Surur mengingkarinya. Jamaah ini ada di negeri Haromain (Makkah dan Madinah), Najd dan Yaman. Dan awal permulaan dari keadaan jamaah ini adalah istiqomah (lurus). Dan sebagaimana perkataan kami yang telah lalu: "Sesungguh seseorang itu bersembunyi dan tidak menampakkan kehizbiyyahannya, kecuali setelah menguat ototnya dan menyangka bahwa kritikan terhadap dirinya itu tidak akan berpengaruh." (kitab "Ghorotul Asyrithoh" jilid 2 hal. 14)
3- Usaha untuk mengatur jamaahnya dan membentuk Ahlul hall wal `aqd untuk memilih pimpinan jamaah. Ini adalah alamat bahwasanya mereka berusaha untuk membentuk Negara di dalam Negara. Bacalah ucapan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 241.
4- Menampakkan baro` (berlepas diri) dari penamaan "Sururiyyah" bersamaan dengan jelasnya keadaan mereka bahwasanya mereka adalah sempalan yang benar-benar ada wujudnya. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Ghorotul Asyrithoh" jilid 2 hal. 14, dan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 240 dan Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- dalam kitab "Nubdzatun Yasiroh Min A`lam Jaziroh" hal. 81.
5- Bid`ah "muwazanah" (keharusan untuk menyebutkan kebaikan ahlul bid`ah dalam mengkritik mereka). Bacalah "Tuhfatul Mujib"\Bersama Abdurrahman Abdul Kholiq\ soal 139 milik Imam Al Wadi`i -rahimahulloh-, dan kitab "Manhaj Ahlissunnah Wal Jama`ah fi Naqdir Rijal" karya Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dari awal sampai akhir, juga kitab "Al Quthbiyyah Hiyal Fitnah" karya Syaikh Abu Ibrohim bin Sulthon Al `Adnani -hafidhahulloh- dari awal sampai akhir.
6- Berkumpul bersama beberapa dari mubtadi`ah, padahal Ulama Salaf telah sepakat untuk melarang yang demikian. Bacalah tulisan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 241.
7- Bersemangat dalam mengumpulkan harta atas nama dakwah, padahal tujuannya adalah untuk mendukung hizbiyyah mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 146 dan 202.
8- Menyerang dan merampas sebagian masjid Ahlussunnah di Yaman. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 145.
9- Membangun masjid untuk Shufiyyah, dan berlapang dada terhadap Shufiyyah dalam menggunakan masjid Sururiyyah untuk menyelenggarakan kebid`ahan mereka, tetapi mereka tidak mau berlapang dada untuk para Salafiyyin yang hendak menegakkan sunnah di masjid tersebut. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 147.
10- Meremehkan dan mencerca ulama salaf dan para Salafiyyin yang menyelisihi mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 144 dan 202, dan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 245.
11- Melarikan pengikutnya dari ilmu Al Kitab dan As Sunnah sedikit demi sedikit. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 144 dan 202.
12- Melampaui batas dalam mengagungkan fiqhul waqi` sampai bahkan mengejek para ulama Salafiyyin yang menurut mereka hanya tahu Al Qur`an dan Hadits. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 147
13- Perkumpulan rahasia dalam rangka membikin makar terhadap Muslimin dan terutama pemerintah muslimin. Bacalah ucapan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 242-243.
14- Berlindung di balik tazkiyah ulama yang tertipu oleh mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 145 dan 202.
15- Jika salah seorang ulama mengkritik kesalahan salah seorang pimpinan mereka dengan dalil-dalil dan keterangan, mereka berkata: "Kami menunggu ulama besar!"
Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- berkata: "Para ulama yang mulia untuk wajib mengetahui bahwasanya para ahlul ahwa wat tahazzub itu memiliki metode-metode yang menakutkan untuk mengumpulkan para pemuda, menguasai akal-akal mereka dan untuk menggugurkan jihadnya para pembela manhaj Salaf dan ahlinya di lapangan. Di antara uslub-uslub makar tersebut adalah memanfaatkan diamnya sebagian ulama terhadap si fulan dan fulan, walaupun dia itu termasuk orang yang paling sesat. Maka walaupun para kritikus memajukan hujjah yang paling kuat terhadap kebid'ahannya dan kesesatannya, cukuplah bagi orang-orang yang sengaja berbuat salah itu untuk menghancurkan kerja keras para penasihat dan pejuang itu dengan bertanya-tanya di hadapan orang-orang yang bodoh: "kenapa ulama fulan dan fulan diam dari si fulan dan fulan? Kalau memang si fulan itu di atas kesesatan tentulah mereka tak akan tinggal diam dari kesesatannya." Demikianlah mereka membikin pengkaburan terhadap orang-orang yang bodoh. Bahkan kebanyakan para pendidik dan keumuman orang tidak tahu kaidah-kaidah syar'iyyah dan pokok-pokoknya yang di antaranya adalah: bahwasanya amar ma'ruf nahi mungkar itu termasuk fardhu kifayah. Jika sebagian orang telah menegakkannya, gugurlah kewajiban itu dari yang lainnya."
"Dan di antara uslub mereka juga adalah mengambil pujian/rekomendasi dari sebagian ulama untuk orang-orang yang karya tulis mereka, sikap dan kegiatan mereka telah dihukumi jauh dari manhaj salaf, bermusuhan dengan pengikut salaf dan berloyalitas dengan para musuh, dan perkara yang lain. Dan kebanyakan orang tidak tahu kaidah jarh wat ta'dil, dan bahwasanya kritikan yang terperinci itu didahulukan terhadap pujian, karena si pemuji itu membangun pujiannya di atas perkara yang nampak dan baik sangka. Dan si pengritik itu membangun kritikannya di atas ilmu dan kenyataan sebagaimana telah dimaklumi bersama di kalangan para imam jarh wat ta'dil.
Dan dengan dua uslub ini dan yang lainnya mereka hendak menggugurkan kerja keras para penasihat dan perjuangan para pembela sunnah dengan amat mudahnya, dan menjaring masyarakat yang banyak dan bahkan kebanyakan pengajar, dan menjadikan mereka tentara untuk memerangi manhaj salaf dan salafiyyun, dan membela para pemimpin kebid'ahan dan kesesatan.
Alangkah kerasnya perhatian para salafiyyun dalam menjaga dua celah ini, yang wajib bagi para ulama untuk menutupnya dengan kuat, dan memotong bahaya yang diakibatkan oleh dua lubang ini." ("Al Haddul Fashil Bainal Haqq wal Bathil"/Syaikh Robi' -hafidhahulloh-/hal. 144)
16- Banyak mengadakan tur (jalan-jalan) untuk memenuhi hasrat hizbiyah mereka. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 147
17- Memancangkan permusuhan terhadap Ahlussunnah. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 144 dan 282, dan Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi -hafidhahulloh- di "As Sirojul Waqqod" hal. 101.
Syaikh Robi' -hafidhahulloh- berkata tentang sururiyyin: "Sungguh mereka telah menyelisihi Salaf di dalam pokok-pokok manhaj yang banyak dan berbahaya, di antaranya adalah: mereka memerangi Ahlussunnah, melarikan orang dari mereka, kitab-kitab dan kaset-kaset mereka, dan kebencian terhadap mereka, memusuhi mereka, serta dendam yang hebat terhadap mereka." (kitab beliau "As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah" hal. 2)
18- Menuduh para ulama yang menyelisihi mereka dalam kebid`ahan mereka sebagai jamaah takfir. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 146.
19- Semangat dalam memperbanyak pengikut sampai tidak peduli tentang pentingnya Al Wala` wal Baro` (loyalitas dan berlepas diri) dalam manhaj. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 146.
20- Mengkafirkan pemerintah muslim, sebagaimana dalam majalah "As Sunnah" edisi 26 tahun 1413 H halaman 2-3 . Bacalah ucapan Syaikh Muhammad bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh- dalam catatan kaki beliau terhadap kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 239.
21- Manhaj mereka adalah manhaj Khowarij (memberontak terhadap pemerintah muslim). Bacalah ucapan Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- di kitab "Mauridul `Adzb waz Zulal" hal. 242-243. juga kitab Syaikh Robi' -hafidhahulloh- "As Sururiyyah Khorijiyyah `Ashriyyah".
22- Menyerang akidah Salaf. Bacalah kitab Syaikh Zaid bin Muhammad Al Madkholi -hafidhahulloh- "As Sirojul Waqqod" hal. 101.
23- Usaha memecah-belah Salafiyyin di Yaman, Saudi, dan kebanyakan dari negeri-negeri muslimin. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 144
24- Menuduh Ulama sunnah yang menampakkan Al Haqq bahwasanya mereka itu "Mutasyaddidun" (garis keras). Bacalah yang ditulis oleh Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- di "Nubdzatun Yasiroh Min A`lamil Jaziroh Tarjumatusy Syaikh Muqbil" hal. 115
25- Menuduh Ahlussunnah sebagai golongan yang suka menyebarkan aib. Bacalah yang ditulis oleh Syaikh Abu Hammam Al Baidhoni -hafidhahulloh- di "Nubdzatun Yasiroh" hal. 115
26- Menuduh orang-orang yang menyebarkan kritikan ulama terhadap mereka sebagai orang yang mematahkan tongkat kaum muslimin. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Ghorotul Asyrithoh" jilid 2 hal.18
27- Tamayyu` (cair, lembek dan tidak mantap) dalam manhaj. Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 145.
Dan di antara bentuk lembeknya mereka adalah sbb:
28- Mereka lebih senang dengan nama "Sunnah" daripada nama "Salafiyyah".
Imam Al Albani -rahimahulloh- berkata tentang penggunaan nama "Ahlussunnah" oleh Muhammad Surur: "Aku telah memperhatikan pemakaian ini di lebih dari satu tempat di kitab-kitab mereka dan secara khususnya di majalah "As Sunnah" yang disebar oleh Muhammad Surur, dan aku merasakan adanya pengumuman pelembekan dakwah Salafiyyah yang tegak di atas dasar Al Kitab dan As Sunnah serta manhaj Salafush Sholih, dan memasukkan seluruh kelompok-kelompok Islam – minimal dari kalangan madzhab yang empat- di dalam area Ahlussunnah wal Jamaah. Kami katakan: "Tidak bisa. Kalimat ini akan masuk ke dalamnya orang-orang yang menyelisihi kami dalam akidah salafiyyah kami." ("Al Fatawal Manhajiyyah"\pertanyaan keenam\ hal. 35)
29- Memuliakan tokoh-tokoh mubtadi`ah seperti Salman Al `Audah, Safar Al Hawali, Ahmad Ash Shuwayyan, Abdul Majid Ar Raimi, Muhammad Al Baidhoni, dan Abdulloh bin Faishol Ahdal dan lain-lain.
30- Menganjurkan untuk belajar ke markaz Ahlul Bida` seperti Abul Hasan Al Mishri .

Bab Empat: Kapankah Seseorang itu
Dinisbatkan kepada Sururiyyah?

1- Jika memiliki sifat-sifat di atas, walaupun sebagian saja.
2- Jika memuji para tokoh Sururiyyah.
Imam Abu Utsman Ash Shobuni -rahimahulloh- menukilkan madzhab Salaf: "Dan mereka bersepakat untuk menundukkan Ahlul Bida`, menghinakan mereka, dan menjauhkan mereka, dan menjauh dari mereka, dan menghindari persahabatan dengan mereka dan pergaulan dengan mereka, dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara menjauhi mereka dan meninggalkan mereka." (Aqidatis Salaf Ashabil Hadits" hal. 123)
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz Ibn Baaz -rahimahulloh- ditanya,"Apakah orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka, berarti juga mendapatkan hukuman seperti mereka?" Beliau menjawab," Iya, tidak ada keraguan di dalamnya. Orang yang memuji Ahlul bida` dan menyanjung mereka maka dia itu adalah da`i (penyeru) mereka, menyeru orang untuk mengikuti mereka. Orang ini adalah termasuk da`i mereka. Kita mohon kepada Alloh keselamatan." ("Syarh Fadhlil Islam"\dinukil oleh Kholid Adz Dzufairi -hafidhahulloh- dalam kitab "Ijma`ul Ulama" hal. 137)
3- Menolong mereka dan membela mereka.
Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada sebagian "Ikhwanul Muslimin": "Selama kalian tidak mengingkari kebatilan yang ada di dalam manhaj-manhaj ini, bahkan kalian mengakuinya, membelanya, dan membela pelakunya, maka kalian berhak untuk digabungkan kepada kalian dosa yang ada pada manhaj-manhaj tadi." (kitab "Ar Roddusy Syar`i" hal. 239 karya beliau)
4- Berkumpul dengan mereka setelah tahu keadaan mereka.
Rosululloh -shalallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
ÇáÃÑæÇÍ ÌäæÏ ãÌäÏÉ ÝãÇ ÊÚÇÑÝ ãäåÇ ÇÆÊáÝ æãÇ ÊäÇßÑãäåÇ ÇÎÊáÝ
"Ruh-ruh itu adalah tentara yang berkelompok-kelompok. Yang saling mengenal akan saling mendekat, dan yang tidak saling kenal akan saling menjauh." (HSR Al Bukhori secara muallaq, dan bersambung di "Al Adabul Mufrod", dan Imam Muslim si "Shohih" beliau dari Aisyah –radhiyallohu `anha-)
Dan dari Abu Huroiroh bahwasanya Nabi -shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda:
«ÇáÑøóÌõáõ Úóáóì Ïöíäö Îóáöíáöåö ÝóáúíóäúÙõÑú ÃóÍóÏõßõãú ãóäú íõÎóÇáöáõ». (Óää ÃÈì ÏÇæÏ - (4835) æÇáÊÑãÐí (2552))
"Seseorang itu berdasarkan agama teman dekatnya. Maka hendaknya seseorang dari kalian itu memperhatikan dengan siapa dia berteman dekat." (HSR Abu Dawud (4835) dan At Tirmidzi (2552))
Ibnu Mas`ud –radhiyallohu `anhu- berkata:
ÅäãÇ íãÇÔí ÇáÑÌá æíÕÇÍÈ ãä íÍÈå æãä åæ ãËáå ("ÇáÅÈÇäÉ" áÇÈä ÈØÉ /2 /476)
"Seseorang itu hanyalah akan mengajak berjalan dan bersahabat dengan orang disukainya dan yang seperti dirinya" ("Al Ibanah" 2\476\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Muadz bin Muadz berkata:
ÞáÊ áíÍíì Èä ÓÚíÏ: íÇ ÃÈÇ ÓÚíÏ ÇáÑÌá æÅä ßÊã ÑÃíå áã íÎÝ ÐÇß Ýí ÇÈäå æáÇ ÕÏíÞå æáÇ ÌáíÓå
"Aku berkata kepada Yahya bin Said."Wahai Abu Said, sesungguhnya seseorang itu walaupun menyembunyikan pemikirannya, yang demikian itu tidak tersembunyi pada anaknya ataupun sahabatnya dan teman duduknya." ("Al Ibanah" 2\474\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Qotadah -rahimahulloh- berkata:
ÅäÇ æÇááå ãÇ ÑÃíäÇ ÇáÑÌá íÕÇÍÈ ãä ÇáäÇÓ ÅáÇ ãËáå æÔßáå ÝÕÇÍÈæÇ ÇáÕÇáÍíä ãä ÚÈÇÏ Çááå áÚáßã Ãä ÊßæäæÇ ãÚåã Ãæ ãËáåã
"Sesungguhnya kami –demi Alloh- tidaklah kami melihat seseorang itu mengambil sahabat dari manusia kecuali yang semisal dan seperti dirinya. Maka ambillah sahabat dari kalangan orang-orang yang shalihin dari hamba-hamba Alloh, semoga kalian bisa bersama mereka atau menjadi seperti mereka." ("Al Ibanah" 2\480\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Imam Al Auza`i -rahimahulloh- berkata:
ãä ÓÊÑ ÚáíäÇ ÈÏÚÊå áã ÊÎÝ ÚáíäÇ ÃáÝÊå
"Barangsiapa menyembunyikan dari kami kebid`ahannya, tidak tersembunyi dari kami teman akrabnya." ("Al Ibanah" 2\479\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Muhammad bin Ubaid Al Ghulabi -rahimahulloh- berkata:
íÊßÇÊã Ãåá ÇáÃåæÇÁ ßá ÔíÁ ÅáÇ ÇáÊÂáÝ æÇáÕÍÈÉ
"Para Ahlul Ahwa` saling menyembunyikan segala sesuatu kecuali keakraban dan persahabatannya." ("Al Ibanah" 2\479\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh- berkata:
ÝÇäÙÑæÇ ÑÍãßã Çááå ãä ÊÕÍÈæä ¡ æÅáì ãä ÊÌáÓæä ¡ æÇÚÑÝæÇ ßá ÅäÓÇä ÈÎÏäå ¡ æßá ÃÍÏ ÈÕÇÍÈå ¡ ÃÚÇÐäÇ Çááå æÅíÇßã ãä ÕÍÈÉ ÇáãÝÊæäíä ¡ æáÇ ÌÚáäÇ æÅíÇßã ãä ÅÎæÇä ÇáÚÇÈËíä ¡ æáÇ ãä ÃÞÑÇä ÇáÔíÇØíä ¡ æÃÓÊæåÈ Çááå áí æáßã ÚÕãÉ ãä ÇáÖáÇá ¡ æÚÇÝíÉ ãä ÞÈíÍ ÇáÝÚÇá » ("ÇáÅÈÇäÉ ÇáßÈÑì" áÇÈä ÈØÉ - ÊÍÊ ÑÞã 46)
"Maka perhatikanlah –semoga Alloh merahmati kalian- siapa yang kalian bersahabat dengannya, dan dengan siapakah kalian duduk, dan kenalilah setiap orang dengan teman dekatnya dan setiap orang dengan sahabatnya. Semoga Alloh melindungi kami dan kalian dari pertemanan orang yang terfitnah, dan jangan menjadikan kami dan kalian termasuk dari kalangan saudara orang-orang yang berbiat sia-sia, ataupun sejawat setan. Dan aku memohon pada Alloh untuk kami dan kalian karunia penjagaan dari kesesatan, dan keselamatan dari perbuatan yang buruk." ("Al Ibanah" nomor 46 karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh- meriwayatkan:
æáãÇ ÞÏã ÓÝíÇä ÇáËæÑí ÑÍãå Çááå ÇáÈÕÑÉ ÌÚá íäÙÑ Åáì ÃãÑ ÇáÑÈíÚ – íÚäí ÇÈä ÕÈíÍ- æÞÏÑå ÚäÏ ÇáäÇÓ¡ ÓÃá Ãí ÔíÁ ãÐåÈå¿ ÞÇáæÇ: ãÇ ãÐåÈå ÅáÇ ÇáÓäÉ. ÞÇá: ãä ÈØÇäÊå¿ ÞÇáæÇ: Ãåá ÇáÞÏÑ. ÞÇá: åæ ÞÏÑí
"Manakala Sufyan Ats Tsauri -rahimahulloh- tiba di Bashroh beliau mulai melihat keadaan Robi` - yakni Ibnu Shubaih- dan martabat dia di kalangan orang-orang. Beliau bertanya,"Apa madzhab dia?" Mereka menjawab,"Tidaklah madzhabnya kecuali As Sunnah." Beliau bertanya,"Siapakah teman pribadinya?" Mereka menjawab,"Ahlul Qodar." Beliau berkata,"Dia itu qodari." ("Al Ibanah" 2\456\ karya Imam Ibnu Baththoh -rahimahulloh-)
5- Mengingkari orang yang mengkritik Sururiyyah dan yang lainnya dari kalangan mubtadi`ah.
Fadhilatusy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi -rahimahulloh- berkata kepada Qodhi Ibrohim bin Hasan Asy Sya`bi –hizbi yang tersembunyi- : "Sesungguhnya pujianmu terhadap mereka, dan udzur yang kau berikan untuk mereka dan pengingkaranmu terhadap orang yang menerangkan penyelisihan mereka terhadap syari`ah Islamiyah pada umumnya, dan terhadap manhaj salaf pada khususnya, dan celaanmu terhadapnya, semua ini termasuk dalil terbesar bahwasanya engkau adalah hizbi besar." ("Dahrul Hajmah" karya beliau hal.19)
6- Tidak mengingkari Sururiyyah padahal punya kemampuan, ilmu dan kemungkinan bersamaan dengan kebutuhan umat terhadap bantahan terhadap susuriyyah.
Cocok untuk orang yang seperti ini ucapan Syaikh Robi` bin Hadi Al Madkholi -hafidhahulloh-,"Aku ingin melihat ucapan mereka terhadap Al Haddad, terhadap Ba Syumail, terhadap Sayyid Quthb, terhadap kepala-kepala Quthbiyyah, terhadap pimpinan-pimpinan Al Ikhwan. Aku menginginkan satu kalimat dari mereka. Kukira mereka tak mampu berbuat itu karena mereka telah berdamai dengan mereka –wallohi a`lam- Tidak mustahil mereka telah berdamai dengan orang-orang tadi, karena hal ini adalah perkara-perkara yang tersembunyi, tapi bukti-bukti penyerta dan keadaan-keadaan serta perbuatan-perbuatan mereka menunjukkan bahwa mereka telah berdamai dan bersekongkol bersama ahlul bida` untuk menyerang ahlussunnah. Siapakah yang mengarahkan kelompok-kelompok tadi?" ("Kalimat fit Tauhid" hal.91)
Fadhilatusy Syaikh Ahmad An Najmi -rahimahulloh- berkata,"Adapun orang yang diam dari menerangkan kebenaran kepada manusia, maka sesungguhnya mereka itu tidak mendapatkan udzur dengan diamnya mereka. Andaikata mereka berkata,"Kami tidak bersama mereka," Maka mereka tidak mendapatkan udzur. Sampai bahkan andaikata mereka berkata,"Kami tidak bersama pemilik manhaj yang tersesat dari jalan yang benar itu," kecuali jika mereka mengingkari kesesatan mereka." ("Al Fatawal Jaliyyah" hal.50\kitab kecil)
7- Jika dia punya hubungan dengan sebagian tokoh-tokoh Sururiyyin.
Bacalah ucapan Imam Al Wadi`i -rahimahulloh- di "Tuhfatul Mujib" hal. 143.
Bersambung.
Walhamdulillahi Robbil alamin.

(http://www.aloloom.net/vb/showthread.php?t=2791)

Kamis, 21 April 2011

Perkataan Empat (4) Imam Madzhab Dalam Mengikuti Sunnah

Perkataan Empat (4) Imam Madzhab Dalam Mengikuti Sunnah

Oleh : Al-Imam Al-Muhadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani -rahimahullah-


Kiranya sangat bermanfaat untuk disajikan di sini sedikit atau sebagian perkataan mereka, dengan harapan, semoga di dalamnya terdapat pelajaran dan peringatan bagi orang yang mengikuti mereka, bahkan bagi orang yang mengikuti selain mereka yang lebih rendah derajatnya dari taqlid buta, dan bagi orang yang berpegang teguh kepada madzab-madzab dan perkataan-perkataan mereka, sebagaimana kalau madzab-madzab dan perkataan-perkataan itu turun dari langit. Allah Subhanahu Wa Taala, berfirman: "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)". (QS. Al-Araf :3)

I. ABU HANIFAH
Yang pertama-tama diantara mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit. Para sahabatnya telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan darinya, yang semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban untuk berpegang teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam yang bertentangan dengannya.
1. "Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku." (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
2. "Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqau fi Fadha ilits Tsalatsatil Aimmatil FuqahaI, hal. 145)
3. Dalam sebuah riwayat dikatakan: "Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku".
4. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: "sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari".
5. "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah salallahu alaihi Wa Sallam, maka tinggalkanlah perkataanku". (Al-Fulani di dalam Al-Iqazh, hal. 50)

II. MALIK BIN ANAS
Imam Malik berkata:
1. "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan sunnah, tinggalkanlah". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami, 2/32)
2. "Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Salallhu Alaihi Wasallam". (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3. Ibnu Wahab berkata, "Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, "tidak ada hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al-Laits bin Saad dan Ibnu Lahiah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al-Maafiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada
kami, ia berkata, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, "sesungguhnya hadist ini adalah Hasan, Aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah itu ditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari. (Mukaddimah Al-Jarhu wat Tadil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

III. ASY-SYAFII
Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari Imam Syafii di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
1. "Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Inilah ucapanku." (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir, 15/1/3)
2. "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang." (Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal. 68)
3. "Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka berkatalah dengan sunnah rasulullah Salallahu alaihi Wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam, 3/47/1)
4. "Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku." (An-Nawawi di dalam Al-Majmu, Asy-Syarani, 10/57)
5. "kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist dan orang-orangnya (Rijalu l-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, akan bermadzhab dengannya." ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-SyafiI, 8/1)
6. "Setiap masalah yang didalamnya kabar dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam adalah shahih bagi ahli naqli dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati." (Al-Harawi, 47/1)
7. "Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermadzhab dengannya." (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Muaddab)
8. Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari nabi salallahu alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu mengikutiku." (Aibnu Asakir, 15/9/2)

IV. AHMAD BIN HAMBAL
Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu) dan pendapat Oleh karena itu ia berkata:
1. "Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafii, Auzai dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil." (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-Ilam, 2/302)
2. "Pendapat AuzaI, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar." (Ibnul Abdl Barr di dalam Al-Jami, 2/149)
3. "Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran." (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (An-Nisa:65), dan firman-Nya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur:63). Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: "Adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang telah sampai kepadanya perintah Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Sallam dan mengetahuinya untuk menerangkannya kepada umat, menasehati mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk mengikuti perintahnya. Dan apabila hal itu bertentangan dengan pendapat orang besar diantara umat, maka sesungguhnya perintah Rasulullah salallahu alaihi wa Sallam itu lebih berhak untuk disebarkan dan diikuti dibanding pendapat orang besar manapun yang telah bertentangan dengan perintahnya di dalam sebagian perkara secara salah. Dan dari sini, para sahabat
dan orang-orang setelah mereka telah menolak setiap orang yang menentang sunnah yang sahih, dan barangkali mereka telah berlaku keras dalam penolakan ini. Namun demikian, mereka tidak membencinya, bahkan dia dicintai dan diagungkan di dalam hati mereka. Akan tetapi, Rasulullah Salallahu alaihi wa Sallam adalah lebih dicintai oleh mereka dan perintahnya melebihi setiap makhluk lainnya. Oleh karena itu, apabila perintah rasul itu bertentangan dengan perintah selainnya, maka perintah rasul adalah lebih utama untuk didahulukan dan diikuti. Hal ini tidak dihalang-halangi oleh pengagungan terhadap orang yang bertentangan dengan perintahnya, walaupun orang itu mendapat ampunan. Orang yang bertentangan itu tidak membenci apabila perintahnya itu diingkari apabila memang ternyata perintah Rasulullah itu bertentangan
dengannya. Bagaimana mungkin mereka akan membenci hal itu, sedangkan mereka telah memerintahkan kepada para pengikutnya, dan mereka telah mewajibkan mereka untuk meninggalkan perkataan-perkataan yang bertentangan dengan sunnah."
Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadis dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua Hadis yang sahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi mazhab mereka dan keluar dari kaedah mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan HadisHadis yang sahih kerana dipandang menyalahi pendapat mereka.
Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas. Allah berfirman.
"Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakanberiman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati". [AnNisa':65]
Allah juga berfirman.
"Orangorang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menerima mereka atau azab yang pedih akan menimpa mereka". [AnNur:63]
Imam Hafizh Ibnu Rajab berkata: "Kewajiban orang yang telah menerima dan
mengetahui perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menyampaikan kepada ummat, menasihati mereka, dan menyuruh mereka untuk mengikutinya sekalipun bertentangan dengan pendapat mayoritas ummat. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak untuk dimuliakan dan diikuti dibandingkan dengan pendapat tokoh mana pun yang menyalahi perintahnya, yang terkadang
pendapat mereka itu salah. Oleh kerana itulah, para sahabat dan para tabi'in selalu menolak pendapat yang menyalahi Hadis yang sahih dengan penolakan yang keras yang mereka lakukan bukan kerana benci, tetapi kerana rasa hormat. Akan tetapi, rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh lebih tinggi daripada yang lain dan kedudukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh di atas
makhluk lainnya. Bila perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata berlawanan dengan perintah yang lain, perintah beliau lebih utama didahulukan dan diikuti, tanpa sikap merendahkan orang yang berbeda dengan perintah beliau, sekalipun orang itu mendapatkan ampunan dari Allah. Bahkan orang yang mendapat ampunan dari Allah, yang pendapatnya menyalahi perintah Rasuluallah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendapatnya,
ketika ia mendapati bahawa ketentuan Rasulullah berlawanan dengan pendapatnya.
Komentar AlAlbani:
Bagaimana mereka (para imam) membenci sikap semacam itu, padahal mereka sendiri
menyuruh para pengikutnya untuk berbuat begitu, seperti yang telah disebut keterangannya di atas. Mereka mewajibkan para pengikutnya untuk meninggalkan
pendapat-pendapat mereka, bila bertentangan dengan Hadis Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan Imam Syafie menyuruh para muridnya untuk mengatasnamakan
dirinya terhadap setiap Hadis yang sahih, sekalipun beliau tidak meriwayatkannya, atau bahkan pendapatnya bertentangan dengan Hadis itu. Oleh kerana itu, Ibnu Daqiq Al'Id
mengumpulkan berbagai Hadis yang dikategorikan bertentangan dengan pendapat dari salah satu atau seluruh imam yang empat, dalam sebuah buku besar. Beliau mengatakan pada pendahulunya:
"Mengatasnamakan para imam mujtahid tentang berbagai masalah yang bertentangan dengan Hadis sahih adalah haram".
Para ahli fiqih yang taqlid kepada mereka wajib mengetahui bahawa tidak boleh mengatasnamakan masalah itu kepada mereka sehingga berdusta atas nama mereka.

(Di sadur dari Mukaddimah Kitab Shifatu Shalatiin Nabii SAW, karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani -rahimahullah).

Minggu, 17 April 2011

Waspadai Manhaj Haddadiyyah

Waspadai Manhaj Haddadiyyah

Oleh :
Fadhilatus Syaikh Rabi’ bin Hadi ‘Umair al-Madkholi

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه.
أما بعد:
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanyalah milik Allah, Sholawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya dan sahabat-sahabatnya serta siapa saja yang mengikuti petunjuknya.
Kemudian setelah itu :

بسبب ما جرى من الفتنة بين الشباب في اليمن وطالت ذيولها وتفرعت شعبها، فامتدت إلى بلاد أخرى، وكثرت تطلعات الناس إلى بيان الحق وبيان المصيب من المخطئ، وكان من أسباب هذه الفتن أن طلاب العلم في اليمن رمي بعضهم بالمنهج الحدادي، فاضطررت إلى بيان هذا المنهج لعل ذلك يوضح لكثير من طلاب الحق أن يميزوا بين منهج أهل السنة والمنهج الحدادي
Disebabkan oleh fitnah yang tengah berlangsung diantara para pemuda di Yaman yang berbuntut panjang dan menjadi bercabang-cabang, dan meluas hingga ke negeri-negeri lainnya, serta banyaknya keingintahuan ummat terhadap keterangan yang haq dan benar dari yang salah, dimana penyebab merebaknya fitnah ini adalah bahwasanya para penuntut ilmu di Yaman saling melemparkan tuduhan dengan manhaj Haddadi antara satu dengan lainnya, maka (hal ini) mengharuskan saya menjelaskan manhaj (Haddadi) ini kepada mayoritas para pencari kebenaran agar menjadi jelas perbedaan antara manhaj Ahlus Sunnah dengan manhaj Haddadi.


ثم لعل ذلك يسهم إلى حد بعيد في القضاء على هذه الفتنة مع وعدنا بمواصلة بيان القضايا الأخرى تلبية لهذه المطالب الملحة، وإسهاماً في إنهاء الفتنة .
Kemudian semoga yang demikian ini dapat memberikan andil di dalam pembatasan yang jelas di dalam menyelesaikan permasalahan fitnah ini, dimana kami juga menjanjikan menindaklanjuti mengklarifikasi permasalahan lainnya dalam rangka memenuhi tuntutan perjanjian dan turut memberikan andil di dalam menyelesaikan fitnah ini.

منهج الحدادية
Manhaj Haddadi

بغضهم لعلماء المنهج السلفي المعاصرين وتحقيرهم وتجهيلهم وتضليلهم والافتراء عليهم ولا سيما أهل المدينة، ثم تجاوزوا ذلك إلى ابن تيمية وابن القيم وابن أبي العز شارح الطحاوية، يدندنون حولهم لإسقاط منزلتهم ورد أقوالهم.
1. Mereka membenci para ulama saat ini yang bermanhaj salaf, mencela, membodoh-bodohkan, menyesatkan dan membuat fitnah terhadap mereka, terutama terhadap ulama Madinah. Kemudian mereka pun juga memperbolehkan (melakukan hal yang sama) terhadap Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan Ibnu Abil Izz pensyarah ath-Thohawiyah. Mereka juga mendengang dengungkan di tengah-tengah mereka tentang kehinaan kedudukan para ulama dan membantah ucapan-ucapan mereka (para ulama').

قولهم بتبديع كل من وقع في بدعة، وابن حجر عندهم أشد وأخطر من سيد قطب.
2. Mereka memiliki pendapat yang membid’ahkan siapa saja yang terjatuh kepada kebid’ahan, dan Ibnu Hajar menurut mereka lebih besar dan lebih bahaya (bid’ahnya) ketimbang Sayyid Quthb.

تبديع من لا يبدع من وقع في بدعة وعداوته وحربه، ولا يكفي عندهم أن تقول: عند فلان أشعرية مثلاً أو أشعري، بل لابد أن تقول: مبتدع وإلا فالحرب والهجران والتبديع.
3. Membid’ahkan siapa saja yang tidak membid’ahkan orang-orang yang terjerumus ke dalam kebid’ahan, memusuhinya dan memeranginya. Tidak cukup bagi mereka mengucapkan misalnya : “Pada diri fulan terdapat pemahaman asy’ariyah atau asy’ari.” Namun menurut mereka harus mengucapkan : “Mubtadi’!!! maka harus diperangi, dihajr (isolir) dan dibid’ahkan.”

تحريم الترحم على أهل البدع بإطلاق لا فرق بين رافضي وقدري وجهمي وبين عالم وقع في بدعة
4. Mengharamkan bertarahum (mendo’akan rahmat bagi orang yang telah meninggal) terhadap ahlul bid’ah secara mutlak, tidak ada bedanya antara Rafidhi, Qodari, Jahmi ataupun ulama yang terjatuh ke dalam kebid’ahan.

تبديع من يترحم على مثل أبي حنيفة والشوكاني وابن الجوزي وابن حجر والنووي.
5. Membid’ahkan siapa saja yang bertarahum terhadap orang-orang yang semisal Abu Hanifah, asy-Syaukani, Ibnul Jauzi, Ibnu Hajar dan an-Nawawi.

العداوة الشديدة للسلفيين مهما بذلوا من الجهود في الدعوة إلى السلفية والذب عنها، ومهما اجتهدوا في مقاومة البدع والحزبيات والضلالات، وتركيزهم على أهل المدينة ثم على الشيخ الألباني رحمه الله لأنه من كبار علماء المنهج السلفي، أي أنه من أشدهم في قمع الحزبيين وأهل البدع وأهل التعصب، ولقد كذب أحدهم ابن عثيمين في مجلسي أكثر من عشر مرات فغضبت عليه أشد الغضب وطردته من مجلسي، وقد ألفوا كتباً في ذلك ونشروا أشرطة ، وبثوا الدعايات ضدهم، وملؤوا كتبهم وأشرطتهم ودعاياتهم بالأكاذيب والافتراءات ؛ ومن بغي الحداد أنه ألف كتاباً في الطعن في الشيخ الألباني وتشويهه يقع في حوالي أربعمائة صحيفة بخطه لو طبع لعله يصل إلى ألف صحيفة، سماه " الخميس" أي الجيش العرمرم، له مقدمة ومؤخرة وقلب وميمنة وميسرة.
6. Permusuhan yang sangat sengit terhadap salafiyun walaupun mereka mengerahkan segenap daya upaya di dalam berdakwah kepada salafiyah dan membelanya, walaupun mereka bersungguh-sungguh di dalam memerangi kebid’ahan, hizbiyah dan kesesatan, yang mereka pusatkan kepada ulama Madinah kemudian kepada Syaikh al-Albani rahimahullahu, dikarenakan beliau adalah ulama senior manhaj salafi. Yaitu beliau termasuk orang yang paling keras di dalam menumpas hizbiyun, ahlul bid’ah dan para fanatikus. Sungguh pernah salah seorang diantara mereka mendustakan Ibnu Utsaimin di dalam majlisku lebih dari sepuluh kali, sehingga menyebabkan diriku benar-benar sangat murka kepadanya dan kuusir dia dari majlisku. Mereka telah menulis beberapa buku tentang hal ini dan menyebarkan kaset-kaset. Mereka menyebarkan propaganda-propaganda yang kontradiktif dan memenuhi kitab-kitab dan kaset-kaset serta propaganda-propaganda mereka dengan kedustaan dan fitnah. Termasuk kejahatan al-Haddad ini adalah dia menulis sebuah buku yang penuh tipu daya yang mencela dan menghujat asy-Syaikh al-Albani yang berjumlah lebih dari empat ratus lembar kertas dengan tulisan tangan, sekiranya dicetak bisa mencapai seribu lembar, yang dinamakan “al-Khamiis”, yakni sepasukan besar yang memiliki (pasukan). Buku ini memiliki muqoddimah (pendahuluan) dan mu’akhkhiroh (konkusi/kesimpulan), memiliki ‘jantung’ dan sisi kanan serta sisi kiri.
وكان يدَّعي أنه يحذِّر من الإخوان المسلمين وسيد قطب والجهيمانية، ولم نره ألف فيهم أي تأليف، ولو مذكرة صغيرة مجتمعين فضلاً عن مثل كتابه الخميس.
Dia mengklaim bahwa dirinya mentahdzir Ikhwanul Muslimin, Sayyid Quthb dan Juhaimaniyah (pengikut Juhaiman), namun kami belum pernah melihat satupun tulisannya (yang membantah mereka) walaupun berupa risalah kecil, sebagaimana kitabnya ‘al-Khamiis’ (yang tebal).

غلوهم في الحداد وادعاء تفوقه في العلم ليتوصلوا بذلك إلى إسقاط كبار أهل العلم والمنهج السلفي وإيصال شيخهم إلى مرتبة الإمامة بغير منازع كما يفعل أمثالهم من أتباع من أصيبوا بجنون العظمة، وقالوا على فلان وفلان ممن حاز مرتبة عالية في العلم: عليهم أن يجثوا على ركبهم بين يدي أبي عبد الله الحداد وأم عبدالله.
7. Mereka Ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap al-Haddad dan mendakwakan ketinggian ilmunya, yang mana mereka memperoleh hal ini dari pelecehan terhadap ulama senior manhaj salafi. Mereka mengangkat gurunya hingga kepada derajat imamah yang tak dapat dicabut sebagaimana apa yang dilakukan oleh orang yang semisal mereka dari kalangan para pengikut orang yang tertimpa gila kemuliaan. Mereka berkata terhadap fulan dan fulan yang memiliki ilmu yang tinggi tentang wajibnya mereka berlutut diantara dua tangan Abu Abdillah al-Haddad dan Ummu Abdillah.

تسلطوا على علماء السلفية في المدينة وغيرها يرمونهم بالكذب: فلان كذاب وفلان كذاب، وظهروا بصورة حب الصدق وتحريه، فلما بين لهم كذب الحداد بالأدلة والبراهين، كشف الله حقيقة حالهم وما ينطوون عليه من فجور، فما ازدادوا إلا تشبثاً بالحداد وغلواً فيه.
8. Lancang terhadap para ulama salafiyin di Madinah dan selainnya dengan menuduh mereka sebagai pendusta : “fulan kadzdzab dan fulan kadzdzab”. Mereka menampakkan perilaku seolah-olah mencintai kejujuran dan mengejar-ngejarnya. Tatkala diterangkan tentang kedustaan al-Haddad dengan dalil-dalil dan keterangan yang nyata, Allah menyingkap hakikat keadaan mereka dan segala yang mereka sembunyikan dari kejahatannya. Dan tidaklah bertambah pada mereka melainkan semakin berpegang teguh dengan al-Haddad dan semakin ghuluw terhadapnya.

امتازوا باللعن والجفاء والإرهاب لدرجة أن كانوا يهددون السلفيين بالضرب، بل امتدت أيديهم إلى ضرب بعض السلفيين.
9. Memiliki ciri khas suka melaknat, berperangai kasar dan suka menteror hingga di suatu tingkatan dimana mereka bersikap keras terhadap salafiyun dengan memukulnya, bahkan mereka menggunakan tangan-tangan mereka untuk memukuli sebagian salafiyun.

لعن المعين حتى إن بعضهم يلعن أبا حنيفة، وبعضهم يكفره. ويأتي الحداد إلى القول الصواب أو الخطأ فيقول هذه زندقة، مما يشعر أن الرجل تكفيري متستر.
10. Melaknat secara spesifik sampai-sampai ada sebagian mereka melaknat Abu Hanifah dan sebagiannya lagi mengkafirkan beliau. Datanglah al-Haddad dengan perkataan yang benar atau salah dan ia berkata : ini adalah kezindiqan, ini merupakan tanda-tanda bahwa orang ini adalah takfiri yang tersembunyi.

الكبر والعناد المؤديان إلى رد الحق كسائر غلاة أهل البدع فكل ما قدمه أهل المدينة من بيان انحرافات الحداد عن منهج السلف ورفضوه؛ فكانوا بأعمالهم هذه من أسوأ الفرق الإسلامية وشرهم أخلاقاً وتحزباً.
11. Sombong dan keras kepala di dalam menolak kebenaran seperti sifatnya seluruh ahlul bid’ah yang ekstrim (ghulath). Setiap kali ulama Madinah menyodorkan keterangan tentang penyimpangan-penyimpangan al-Hadad dari manhaj salaf, mereka selalu menolaknya. Sehingga berdasarkan perilaku mereka yang seperti inilah, mereka termasuk sejelek-jelek firqoh (sempalan) islam dan seburuk-buruknya akhlak serta sefanatik-fanatiknya fanatikus.

كانوا أكثر ما يلتصقون بالإمام أحمد، فلما بُيِّنَ لهم مخالفة الحداد للإمام أحمد في مواقفه من أهل البدع أنكروا ذلك واتهموا من ينسب ذلك إلى الإمام أحمد، ثم قال الحداد: وإن صح عن الإمام أحمد فإننا لا نقلده، وما بهم حب الحق وطلبه وإنما يريدون الفتنة وتمزيق السلفيين.
12. Seringkali kebanyakan dari mereka melekatkan diri kepada Imam Ahmad, namun ketika dijelaskan kepada mereka penyimpangan al-Haddad terhadap Imam Ahmad di dalam mensikapi Ahlul Bid’ah, mereka mengingkarinya dan menuduh orang yang menyandarkan demikian kepada Imam Ahmad. Lantas al-Haddad berkata : “Jika sekiranya benar dari Imam Ahmad maka sesungguhnya kami tidak taklid kepada beliau”. Mereka itu tidaklah mencintai kebenaran dan tidak pula mencari kebenaran, sesungguhnya yang mereka kehendaki adalah fitnah dan mengoyak-ngoyak barisan salafiyin.

ومع تنطعهم هذا رأى السلفيون علاقات بعضهم بالحزبيين وبعضهم بالفساق في الوقت الذي يحاربون فيه السلفيين ويحقدون عليهم أشد الحقد ولعلهم يخفون من الشر كثيراً فالله أعلم بما يبيتون.
Dengan sifat tanathu’ (berlebih-lebihan)-nya ini, salafiyun melihat pertalian sebagian mereka dengan hizbiyin dan sebagiannya lagi dengan orang-orang fasik, di waktu mereka memerangi salafiyin dan mendengki mereka dengan kedengkian yang amat sangat. Bisa jadi keburukan mereka yang tersembunyi ini lebih banyak lagi dan Allah-lah yang Maha Tahu terhadap apa yang mereka sembunyikan.

وعلى السلفيين الصادقين أن ينصروهم وينصروا المنهج الذين يسيرون عليه، ويأخذوا على يد من ظلمهم وظلم منهجهم، وحذار حذار أن يقع أحد منهم فيما وقع فيه الحدادية ، أو في بعض ما وقعوا فيه، وهذا هو الميدان العملي لتمييز الصادقين من الكذابين، كما قال تعالى:( ألم أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين آمنوا وليعلمن الكاذبين).
Wajib bagi salafiyin yang jujur/benar untuk menolong mereka dan menolong manhaj yang mereka lalui ini, dan mengambil tangan orang yang menganiaya mereka dan menganiaya manhaj mereka. Mereka wajib ekstra berhati-hati agar tidak ada seorangpun dari mereka terjerumus ke dalam perkara-perkara yang Haddadiyah terjerumus ke dalamnya, atau terjerumus ke dalam sebagian perkara yang Haddadiyah terjerumus ke dalamnya. Inilah medan amal yang membedakan orang-orang yang benar dari para pendusta, sebagaimana firman Allah : “Alif laam Mim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan : “Kami telah beriman.” Sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Ia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut : 2)

وأسأل الله الكريم رب العرش العظيم أن يعصم السلفيين جميعاً في كل مكان من السقوط في هذا الامتحان، ولا سيما في بلاد اليمن التي ظهرت فيها سنة رسول الله عبر المنهج السلفي.
Aku memohon kepada Allah yang Maha Mulia Pemelihara Arsy yang Agung agar melindungi seluruh salafiyin di semua tempat dari terjerumus ke dalam ujian ini, terutama di negeri Yaman yang telah tampak di dalamnya sunnah Rasulullah yang menguji manhaj salafi.

كـــتبه
ربيع بن هادي المدخلي
20/2/1423هـ
Ditulis oleh :
Rabi’ bin Hadi al-Madkholi
20/2/1423 H.
(Abu Lahiq; http://www.abulahiq.co.cc/2010/09/waspadai-manhaj-haddadiyyah.html)

HADDADIYAH

Haddadiyah, yaitu bentuk lain peyusupan pemahaman dari kalangan yang berpandangan takfiriyah ke dalam kalangan Salafiyyin. Takfiriyah itu sendiri maknanya ialah pemahaman sesat yang cenderung mengkafirkan kaum Muslimin di luar komunitasnya hanya karena dosa-dosa yang dilakukannya. Sedangkan haddadiyahberpandangan bahwa seorang Muslim bila telah melakukan perbuatan bid’ah, maka dia dihukumi sebagai ahlul bid’ah dan keluar dari kedudukannya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Orang yang pertama kali mengkampanyekan pemikiran ini adalah Abu Abdillah Mahmud bin Muhammad Al-Haddad Al-Masri. Orang ini semula menampilkan diri sebagai thalibul ilmi yang amat tekun menuntut ilmu di majlisnya para Ulama’ seperti As-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan lain-lainnya. Tetapi dia kemudian menampilkan pemikiran-pemikiran anehnya sebagaimana yang disebutkan diatas.

Keanehan pemikiran haddadiyah itu sesungguhnya terletak pada syubhat (pengkaburan) yang dibuatnya dalam perkara Qa’idah Aamah dengan Qa’idah Ta’yin ketika menghukumi orang yang berbuat / berkata bid’ah atau orang yang padanya terdapat perbuatan / perkataan yang mengandung kekafiran. Dalam pandangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Qa’idah Aamah itu ialah kaidah umum yang merupakan hukum yang mengikat semua Muslim pria dan wanita. Di mana telah ditetapkan bahwa setiap orang yang berbuat kemusyrikan itu adalah musyrik dan setiap orang yang berbuat kekafiran maka dia itu adalah kafir. Demikian pula hukumnya atas orang yang berbuat bid’ah, maka dia adalah ahlul bid’ah. Tetapi dalam penerapan kaidah ini pada seorang individu yang berbuat atau berkata dengan kekafiran, kemusyrikan dan kebid’ahan, masih ada apa yang dinamakan mawani’ (beberapa penghalang) sebelum suatu vonis dijatuhkan. Adapun mawani’ tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaku perbuatan / perkataan kufur, bid’ah atau syirik itu dalam keadaan tidak tahu dan belum sampai ilmu padanya. Maka tentu orang yang demikian, tidak bisa dikafirkan atau divonis musyrik atau mubtadi’ (ahli bid’ah).
2. Pelaku perbuatan / perkataan kufur, bid’ah atau syirik itu dalam keadaan terpaksa melakukan berbagai perbuatan itu karena takut dari ancaman pihak lain. Padahal dia meyakini bahwa perbuatan itu adalah kufur, bid’ah, dan syirik. Maka orang yang demikian tidak bisa divonis sebagai orang kafir, musyrik, dan mubtadi’.

Maka bagaimana pula kalau pelaku itu dalam keadaan sekaligus jahil dan terpaksa. Tentu lebih tidak mungkin lagi untuk divonis dengan berbagai vonis-vonis itu. Oleh sebab itu dalam rangka menjatuhkan vonis-vonis tersebut terhadap individu atau kelompok tertentu, haruslah dengan apa yang dinamakan Qa’idah Ta’yin. Yaitu kaidah-kaidah yang harus ditegakkan dalam menjatuhkan vonis-vonis agama terhadap seseorang atau kelompok tertentu. Dalam kaidah ini dijelaskan, bahwa untuk menjatuhkan satu vonis kepada individu atau kelompok tertentu, haruslah dijalankan proses sebagai berikut:
1. Tabayyun (mencari kejelasan) dan tatsabbut (mencari kepastian). Yaitu mencari kejelasan dan kepastian apakah dia telah mengucapkan dan atau mengerjakan amalan kufur, bid’ah atau fasiq.
2. Bila memang benar dapat dipastikan bahwa dia telah mengucapkan dan mengerjakan amalan dan perkataan tersebut, maka harus dijalankan pada individu tersebut upaya iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi), menjelaskan tentang kebenaran apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya dan kebatilan segala yang menyimpang dari padanya. Dalam upaya kedua ini akan dapat diketahui, apa sesungguhnya motif pelaku amalan atau perkataan kufur, bid’ah dan maksiat itu. Apakah karena tidak mengerti ketika melakukan atau mengatakannya, atau karena terpaksa, ataukah karena memang benar dia sengaja melakukan dan mengatakannya dalam rangka ingkar kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. Maka bila didapati bahwa dia melakukan atau mengatakannya karena tidak mengerti, tentu dia harus diajari ilmu agar terhindar dari perkataan dan perbuatan tersebut. Bila karena takut atau terpaksa, maka dia harus dibantu agar terlepas dari ancaman atau keterpaksaannya.
3. Tetapi bila ternyata setelah upaya iqamatul hujjah, pelaku perbuatan atau perkataan kufur dan bid’ah itu memang adalah orang yang mempunyai semangat kekafiran dan kebid’ahan serta penolakan terhadap Iman dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam, maka barulah vonis dijatuhkan terhadapnya sebagai orang kafir atau ahlul bid’ah.

Proses iqamatul hujjah itu dilakukan oleh Ulama’ atau Thalibul Ilmi (penuntut ilmu agama) yang mantap keilmuannya dan manhajnya dan proses itu dilaksanakan dalam bentuk dialog ilmiah yang padanya dipatahkan segala kerancuan berfikir tentang Islam dan dibantah pula segala alasan menjalankan kekafiran dan kebid’ahan itu. Perlu diingatkan disini, bahwa dialog ilmiah tersebut adalah dalam rangka nasehat dan dakwah.

Demikian mestinya qa’idah ta’yin yang dikenal dikalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Namun pemahaman haddadiyah mengabaikan qaidah ini. Sehingga mereka yang dijangkiti pemahaman ini akan mencukupkan diri mereka dengan qa’idah aamah dalam memvonis setiap individu atau golongan tertentu sebagai kafir atau ahlul bid’ah. Tentu yang demikian ini akan menimbulkan fitnah besar di kalangan kaum Muslimin, yang diatasnamakan pemahaman Salafiyah. Orang yang tidak tahu akan dengan mudah menganggap bahwa mereka yang membawa pemahaman seperti ini adalah orang-orang Salafiyyin. Jadi kesimpulannya ialah, bahwa Salafiyyin itu adalah gerombolan orang-orang yang suka memvonis orang lain sebagai ahlul bid’ah. Padahal sesungguhnya yang demikian itu bukanlah akhlaq yang diajarkan oleh manhaj Salafy Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang agung ini. Manhaj Salafy itu sangat ketat kehati-hatiannya dalam memvonis seseorang atau sekelompok tertentu sebagai kafir atau ahlul bid’ah, sebagaimana para pembaca yang budiman telah mengikuti uraian disini tentang Qa’idah Ta’yin Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Namun kemunculan orang-orang yang berpemahaman haddadiyah ini amat menimbulkan kesan, adanya prahara dalam perjalanan Dakwah Salafiyah, khususnya di Indonesia.

Penutup

Makin banyak orang-orang yang mengaku di atas manhaj Salafi Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Namun akhlaq dan manhaj mereka tidak menunjukkan warna Salafy, bahkan banyak pula yang menunjukkan akhlaq dan manhaj hizbiyah tetapi berbendera Salafiyah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Namun biarlah semua orang mengaku dengan pengakuannya. Hanya Allah Ta’ala jualah yang akan menampakkan apa yang sebenarnya disembunyikan di hati mereka. Bersama perjalanan waktu dan berbagai peristiwa, Allah Ta’ala akan menunjukkan perbedaan antara yang asli dari yang palsu. Yang penting, dakwah Salafiyah harus terus berlangsung. Perjuangan untuk mengentaskan Ummat Islam dari kejahilan tentang agama harus terus bergulir. Upaya menyelamatkan Ummat Islam dari kekafiran, kebid’ahan dan kemaksiatan harus terus dilagakan. Semua itu adalah simbol perjuangan Dakwah Salafiyah, dan dakwah ini tidak pernah membikin prahara di Indonesia atau di bumi manapun. Hanya saja para calo dakwah itu yang sering bikin ribut.

Kalau begitu, biar anjing menggonggong, kafilah Dakwah Salafiyah tetap berlalu menuju ‘Izzul Islam wal Muslimin (kemuliaan Islam dan Kemuliaan Kaum Muslimin).

(http://assunnah.jeeran.com/haddadiyah.htm; Tulisan ini disadur dari Majalah Ilmiah Islamy SALAFY Edisi 04/TH V/1426 H/2005 M)

Menyikapi Bom Bali 2 - Terorisme itu Sesat

Menyikapi Bom Bali 2 - Terorisme itu Sesat

Rabu, 12 Oktober 2005 - 01:44:43 :: kategori Manhaj
Penulis: Al Ustadz Abu Hamzah Al-Atsary
.: :.
Terorisme dan Faham Khawarij

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada yang tidak ada nabi setelahnya... waba'du.

Allah Tabaraka wa Ta'ala telah memuliakan kita dengan kemuliaan yang agung berupa pengutusan nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Allah keluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya, Allah muliakan kita setelah kehinaan dan Allah satukan kita setelah perpecahan, bahkan Allah jadikan kita bersaudara, berkasih sayang dan bersatu padu, tak ada kelebihan bagi seseorang atas yang lainnya kecuali taqwa. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." [Al-Hujuraat: 13].
Allah juga berfirman, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." [Ali 'Imran: 103].

Kaum muslimin hidup dalam kenikmatan yang agung dan merekapun berbahagia dengannya pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai munculnya benih-benih perselisihan, yaitu ketika Abdullah bin Saba dan para pengikutnya merongrong pemerintahan 'Utsman radhiyallahu 'anhu (inilah ciri khas kelompok khawarij sepanjang sejarah, yakni menentang pemerintahan yang sah, -pent.).

Cikal bakal munculnya khowarij pun telah ada sebelumnya saat penentangan yang dilakukan Dzul Khuwaisiroh At-Tamimiy atas pembagian ghanimah yang dilakukan oleh nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perang Hunain, dimana Dzul Khuwaisiroh berkata, "Adillah hai Muhammad, karena engkau belum adil", dia juga mengatakan bahwa pembagian itu tidak di atas keridhoan Allah. Kemudian nabi menjawab, "Celaka! Siapa yang akan berbuat 'adil jika Aku tidak 'adil, tidakkah kalian percaya kepadaku, sedang Aku dipercaya oleh yang di langit."
Tatkala Umar hendak membunuhnya, nabi melarangnya seraya berkata, "Tahan! Sungguh akan keluar dari turunannya orang ini suatu kaum yang kalian merasa shalat kalian itu rendah bila dibanding shalatnya mereka, demikian pula shaum kalian bila dibanding shaum mereka, mereka kaum yang senantiasa membaca Al-Qur`an namun tidak sampai tenggorokannya, mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari bagian tubuh hewan buruan yang telah dibidik bagian tubuh lainnya."

Arus perselisihan kian memanas dengan semaraknya hizb (kelompok) pembangkang yang menghembuskan gelombang fitnah, perpecahan dan tikaman terhadap Islam pun semakin tajam. Khawarij itulah biang keladinya, mereka memerangi sahabat 'Ali radhiyallahu 'anhu, menghalalkan darah kaum muslimin dan hartanya dan menyamarkan jalan yang lurus serta memerangi Allah dan RosulNya.
Maka Ali radhiyallahu 'anhu segera membungkam fitnahnya, memerangi mereka bahkan Dzul Khuwaisiroh pun terbunuh, kemudian mereka merencanakan untuk membunuh sejumlah para sahabat hingga Ali radhiyallahu 'anhu pun berhasil mereka bunuh.

Fitnahnya (Khawarij) terus membara, kadang terang-terangan kadang juga sembunyi-sembunyi sampai hari ini dan sampai yang paling akhirnya akan keluar bersamaan dengan Dajjal, seperti yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akhir-akhir ini muncul kembali suara-suara, artikel-artikel dan seruan-seruan dari orang-orang yang picik akalnya, mengajak kepada perpecahan di dalam tubuh umat, mengajak keluar dari kesatuan yang hakiki dan masuk ke dalam jama'ah yang terkotak-kotak, menyeru kepada sikap ekstrim dan berlebih-lebihan dengan slogan-slogan yang menyilaukan, hingga mencerai-beraikan barisan umat, memprovokasi para pemuda dengan segala macam cara melalui doktrin-doktrin pemikiran khawarij.
Orang-orang yang berpemikiran khawarij ini, menyebarkan kebatilannya dengan menempuh beberapa cara, diantaranya:
1. Meremehkan dakwah kepada Tauhid, dengan alasan urusan Aqidah telah diketahui banyak orang dan mungkin dapat memahaminya dalam jangka sepuluh menit. Lebih dari itu, merekapun enggan untuk mendakwahkan aqidah yang benar dengan sangkaan akan memecah belah umat.
2. Mencela ulama umat, merendahkan ilmunya dan memalingkan pendengarannya dari para ulama dengan dalih mereka tidak faham kondisi dan bukan ahlinya untuk menyelesaikan problema umat dan mengemban urusan-urusannya. (sering sekali mereka mengatakan ulama tidak paham trik-trik politik atau ulama hanya sibuk dengan tumpukan-tumpukan kitab, -pent)
3. Menjauhkan para pemuda dari ilmu yang syar'i yang berlandaskan Kitab dan Sunnah serta menyibukan mereka dengan nasyid-nasyid provokasi yang disebar disana-sini lewat media elektronik yang dibaca, dilihat ataupun didengar.
4. Meremehkan keberadaan wulatul umur / pemerintah dan menjelaskan 'aib-aibnya di atas mimbar atau lewat tindakan-tindakan yang meresahkan serta mentakwil nash-nash yang ditujukan untuk ta'at terhadap waliyyul amri / pemerintah, bahwa nash-nash tersebut untuk imamul a'dhom yakni khalifah kaum muslimin seluruhnya.
(Mereka lupa atau pura-pura lupa dengan apa yang telah menjadi konsensus ulama bahwa dalam keadaan berbilangnya wilayah-wilayah Islam, maka setiap wilayah itu punya hak dan kewajiban-kewajibannya terhadap penguasanya, karena itu wajib untuk ta'at dalam hal yang ma'ruf dan haram untuk memeberontaknya selama menegakkan hukum-hukum Allah di tengah-tengah umat).
5. Menghadirkan para pemikir yang berpemahaman khawarij lalu mengumpulkan para pemuda dalam satu halaqah, mencuci otak mereka dalam pertemuan tertutup, menjauhkan para pemuda dari ulamanya dan dari pemerintahnya serta mengikatkan mereka dengan tokoh-tokoh yang mana pemberontakan dan pengkafiran menjadi jalan pikirannya.
6. Mengajak untuk berjihad, yang dalam pandangan mereka adalah menghalalkan darah kaum muslimin dan hartanya, memprovokasi untuk membuat pengrusakan dan pengeboman (di sejumlah tempat) dengan anggapan bahwa negeri muslimin adalah negeri kafir (alasan mereka mengklaim demikian karena, hukum pemerintahan yang diberlakukannya bukan hukum Islam). (Ini jelas pemahaman yang keliru dan membahayakan, -pent.) karena itu menurut mereka negeri muslimin yang demikian keadaannya adalah negeri jihad, negeri perang.
Mereka tanamkan pemikirannya ini lewat sebagian nasyid-nasyid, bahkan sampai pada tahap melatih para pemuda menggunakan segala macam jenis senjata di tempat-tempat yang jauh dari penglihatan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. (Benarlah sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan, kalau mereka itu memerangi ahlil islam dan membiarkan ahlil autsaan / musyrikin. HR. Muslim 4/389 no. 1064. Ibnu Umar berkata, "Mereka bertolak dari ayat-ayat yang diturunkan untuk orang-orang kafir lalu diterapkan pada orang-orang mukmin." HR. Bukhari 14/282, -pent)
7. Menyebarkan buku-buku, selebaran-selebaran dan berkas-berkas serta kaset-kaset yang mengajak pada pemikiran khawarij, pengkafiran kaum muslimin lebih-lebih ulama dan pemerintah, diantara buku-buku tersebut adalah:
a. Karya-karya Sayyid Qutb. Buku yang paling berbahayanya, yang di dalamnya terdapat pengkafiran umat dan celaan terhadap sahabat bahkan terhadap para nabi ialah seperti Fi Zhilalil Qur`an, Kutub wa Syakhsiyat, Al-Adalah Al-Ijtima'iyyah, Ma'alim fi Thariq.
b. Buku-buku Abul A'la Al-Maududy, buku-buku Hasan Al-Banna, Said Hawa, 'Isham Al-'Atthar, Abu Al-Fathi Al-Bayanuni, Muhammad Ali As-Shabuniy, Muhammad Hasan Hanbakah Al-Maidani, Hasan At-Turaby, Al-Hadiby, At-Tilmisani, Ahmad Muhammad Rosyid, Isham Al-Basyir, (juga buku-buku DR. Abdullah Azzam Al-Mubarok, Fathi Yakan, dan buku "Aku Melawan Teroris" Imam Samudra, -pent.)
c. Buku-buku dan kaset-kaset Muhammad Surur bin Nayif Zaenal Abidin pendiri / pimpinan Yayasan Al-Muntada -London- (dulu di indonesia pun ada yayasan yang bernama Al-Muntada -Jakarta-, namun kini telah berubah nama menjadi Al-Sofwa -Jakarta-).
Buku-buku seperti ini bila dibaca oleh pemuda yang belum matang pemikirannya dan tidak punya kemampuan ilmu, akan dapat merusak akalnya. Ia akan berjalan di belakang angan-angan, siap untuk menjalankan tuntutan-tuntutannya walaupun harus membunuh dirinya, atau lainnya dari kaum muslimin, atau membunuh orang-orang yang mendapat jaminan keamanan, demi untuk mencapai tujuan SYAHID DI JALAN ALLAH dan SURGA, seperti yang digambarkan oleh para tokoh-tokohnya bahwa inilah jalan yang benar, siapa yang menempuhnya ia akan mendapatkan cita-citanya dan sukses meraih ridlo Allah.
Maka pengkafiran, pengeboman, pengrusakan di negeri kaum muslimin dan keluar dari manhaj salafusshalih adalah jalan petunjuk. (walaupun banyak dari mereka saat ini mengaku pengikut manhaj salaf, namun itu semua hanya kedustaan semata, dan usianya pun takkan lama, -pent).

Untuk menyelamatkan diri dari pemikiran takfir (khawarij) ini sudah sepatutnya bagi masing-masing pribadi atau keseluruhannya mengambil langkah-langkah berikut ini:
a. Menyeru para pemuda agar berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta kembali pada keduanya dalam setiap urusan, karena keduanya adalah pagar yang dengannya Allah akan menjaga dari kebinasaan.
b. Mengokohkan pemahaman terhadap kitab dan sunnah sesuai dengan manhaj salafussholeh, namun ini tidak akan dapat terwujud kecuali bila kaum muslimin bertafaqquh kepada para ulama robbani yang menjaga Kitabullah dan Sunnah rosulNya dari penyelewengan dan kebatilan serta ta'wilnya orang-orang jahil. Allah berfirman, "Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui." [Al-Anbiya: 7]. Allah juga berfirman, "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rosul dan ulil amri (ulama) diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rosul dan ulul amri)." [An-Nisaa: 83].
Dan menutup jalan orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi yang memunculkan fatwa-fatwa tanpa ilmu, dan memalingkan pendengarannya dari para ulama serta menyifati para ulama dengan sesuatu yang sebetulnya justru layak ada pada mereka sendiri.
Maka berkumpulnya para pemuda di sekitar para ahli waris nabi yang mendalam bidang keilmuannya adalah proteksi dengan ijin Allah dari para perampok yang menyebarkan kebatilan-kebatilan dimana mereka mengira bahwa tidak ada rujukan yang dapat mengikat para pemuda.
c. Menjauh dari sumber-sumber fitnah, menghindar dari kejelekan-kejelekannya dan akibat negatifnya. Allah berfirman, "Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu." [Al-Anfaal: 25]
d. Berkomitmen dengan kesatuan kaum muslimin dan penguasanya serta menancapkan pemahaman yang benar dalam hal keta'atan terhadap pemeritah (yakni dalam hal yang ma'ruf). Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah RosulNya dan ulil amri diantara kamu." [An-Nisaa`: 59]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Siapa saja yang melihat sesuatu yang tidak disenangi dari penguasanya, maka hendaknya bersabar, karena siapa yang memisahkan diri dari kesatuan walau sejengkal kemudian mati, maka mati dalam keadaan jahiliyah."
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya hadits yang panjang dari sahabat Hudzaifah. (Dalam hadits itu ia berkata,) "Apa yang harus kulakukan bila menjumpai hal itu?" Rosul menjawab, "Engkau tetap komitmen dengan jamaah muslimin dan penguasanya / imamnya". "Bila tidak ada jamaah dan imamnya," lanjut Hudzaifah. Rasul menjawab, "Engkau jauhi semua firqoh-firqoh walau harus menggigit akar pohon sampai engkau mati engkau tetap seperti itu."
e. Bersungguh-sungguh untuk mencermati segala perkara dengan benar, memahaminya dan menelitinya serta mengukur bahayanya. Seorang mukmin tidak boleh tertipu dengan perkara-perkara yang transparan, tetapi ia harus mawas diri dan waspada terhadap segala yang tengah berlangsung di sekitarnya, disertai dengan keteguhan dan tidak goyah dari manhaj yang benar, tidak boleh pula terburu-buru mengeluarkan vonis / hukum atau berkecimpung dalam masalah-masalah syar'i tanpa ilmu.
f. Mengembalikan istilah-istilah iman, din, vonis kafir atau fasiq atau bid'ah kepada rambu-rambu syar'i yang didukung kitab dan sunnah, serta berhati-hati dalam menjatuhkan hukum terhadap muslimin tanpa ketentuan yang valid, karena yang demikian itu sangat berbahaya, seorang muslim haram untuk mengkafirkan saudaranya yang muslim secara khusus walaupun ia melakukan hal-hal yang menyebabkan kekufuran, kecuali bila terpenuhi syarat-syaratnya dan hilang perkara-perkara yang mencegahnya dari vonis kafir.

Inilah sebagian perkara yang harus diperhatikan oleh seorang muslim ketika timbul fitnah yang memilukan, karena itu wajib bagi semua pihak, baik pemerintah ataupun rakyat, ulama ataupun pelajar agar bersungguh-sungguh menghadang fitnah ini dan mencabut dari akar-akarnya terlebih apa yang terjadi di hari-hari ini berupa fitnah takfir (Paham Khawarij).
Fitnah ini sudah menjalar sampai pada tahap menghalalkan darah kaum muslimin dan hartanya serta merusak fasilitas-fasilitasnya dengan menggunakan bom dan alat perusak lainnya.

Orang-orang yang picik akalnya lagi muda usianya diprovokasi oleh tandzim-tandzim yang menipu, tulisan-tulisan yang tidak bertanggung jawab dan fatwa-fatwa yang menyesatkan sehingga menyulap mereka menjadi para perusak, memerangi kaum muslimin dan merampas hartanya dan membunuh orang-orang yang mendapat jaminan keamanan serta merampas hartanya. Mereka namakan yang demikian itu dengan nama JIHAD.

Diambil dari ceramah, Fadhilatus-Syaikh Dr. Sholeh bin Sa'ad As-Suhaimi Al-Harbi yang berjudul "Al-Irhab Asbabuhu wa 'Ilajuhu wa Mauqiful Muslim minal Fitan". (Diringkas dan ditranskrip oleh Abu Hamzah Al-Atsary)

(Dikutip dari bulletin Al Wala' wal Bara' Bandung, Edisi ke-38 Tahun ke-3 / 26 Agustus 2005 M / 21 Rajab 1426 H, url sumber http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/38.htm)

Menyikapi Aksi-Aksi Teroris Khawarij

Menyikapi Aksi-Aksi Teroris Khawarij
Rabu, 26 Agustus 2009 - 15:00:42 :: kategori Aqidah
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc
.: :.
Seperti kita ketahui bersama, dalam kurun enam tahun belakangan ini, negeri kita diguncang sejumlah aksi teroris. Yang paling akhir (semoga memang yang terakhir), adalah bom di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton beberapa waktu lalu, disusul dengan peristiwa-peristiwa yang membuntutinya. Peristiwa-peristiwa itu menyisakan banyak efek negatif yang menyedihkan bagi kaum muslimin. Betapa tidak. Kaum muslimin yang merupakan umat yang cinta damai kemudian tercitrakan menjadi kaum yang suka melakukan kekerasan.

Kondisi ini diperparah dengan munculnya narasumber-narasumber dadakan. Di antara mereka ada yang membenarkan “aksi heroik” para teroris ini. Sedangkan yang lain beranggapan bahwa semua orang yang berpenampilan mengikuti sunnah sebagai orang yang sekomplotan dengan para teroris tersebut. Tak ayal, sebagian orang yang bercelana di atas mata kaki pun jadi sasaran kecurigaan, ditambah dengan cambangnya yang lebat dan istrinya yang bercadar. Padahal, bisa jadi hati kecil orang yang berpenampilan mengikuti sunnah tersebut mengutuk perbuatan para teroris yang biadab itu dengan dasar dalil-dalil yang telah sahih dalam syariat.

Oleh karena itu, kami terpanggil untuk sedikit memberikan penjelasan seputar masalah ini, mengingat betapa jeleknya akibat dari aksi-aksi teror tersebut. Di mana aksi-aksi tersebut telah memakan banyak korban, baik jiwa maupun harta benda, sesuatu yang tak tersamarkan bagi kita semua.

Nah, darimanakah teror fisik ini muncul, sehingga berakibat sesuatu yang begitu kejam dan selalu mengancam? Tak lain teror fisik ini hanyalah buah dari sebuah teror pemikiran yang senantiasa bercokol pada otak para aktor teror tersebut, yang akan terus membuahkan kegiatan selama teror pemikiran tersebut belum hilang.

Apa yang dimaksud dengan teror pemikiran? Tidak lain, keyakinan bahwa sebagian kaum muslimin telah murtad dan menjadi kafir, khususnya para penguasa. Bahkan di antara penganut keyakinan ini ada yang memperluas radius pengkafiran itu tidak semata pada para penguasa, baik pengkafiran itu dengan alasan ‘tidak berhukum dengan hukum Allah‘ atau dengan alasan ‘telah berloyal kepada orang kafir‘, atau dalih yang lain. Demikian mengerikan pemikiran dan keyakinan ini sehingga pantaslah disebut sebagai teror pemikiran. Keyakinan semacam ini di masa lalu dijunjung tinggi oleh kelompok sempalan yang disebut dengan Khawarij.

Dengan demikian, teror pemikiran inilah yang banyak memakan korban. Dan ketahuilah, korban pertama sebelum orang lain adalah justru para pelaku bom bunuh diri tersebut. Mereka terjerat paham yang jahat dan berbahaya ini, sehingga mereka menjadi martir yang siap menerima perintah dari komandannya dalam rangka memerangi “musuh” (versi mereka). Lebih parah lagi, mereka menganggapnya sebagai jihad yang menjanjikan sambutan bidadari sejak saat kematiannya. Keyakinan semacam inilah yang memompa mereka untuk siap menanggung segala risiko dengan penuh sukacita. Sehingga berangkatlah mereka, dan terjadilah apa yang terjadi…

Benarkah mereka disambut bidadari setelah meledaknya tubuh mereka hancur berkeping-keping dengan operasi bom bunuh diri tersebut? Jauh panggang dari api! Bagaimana dikatakan syahid, sementara ia melakukan suatu dosa besar yaitu bunuh diri! Kita tidak mendahului keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita hanya menghukuminya secara zhahir (lahir) berdasarkan kaidah hukum, tidak boleh bagi kita memastikan bahwa seseorang itu syahid dengan segala konsekuensinya. Bahkan berbagai hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mencela Khawarij dan mengecam bunuh diri lebih tepat diterapkan kepada mereka. Oleh karena itulah, saya katakan: Mereka adalah korban pertama kejahatan paham Khawarij sebelum orang lain.

Tolong hal ini direnungi dan dipahami. Terutama bagi mereka yang ternodai oleh paham ini. Selamatkan diri kalian. Kasihanilah diri kalian, keluarga kalian, dan umat ini. Kalian telah salah jalan. Bukan itu jalan jihad yang sebenarnya. Segeralah kembali sebelum ajal menjemput. Sebelum kalian menjadi korban berikutnya. Teman-teman seperjuangan dan juga ustadz kalian tidak akan dapat menolong kalian dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masing-masing akan mempertanggungjawabkan amalnya sendiri:

وَكُلُّهُمْ آَتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا (95) [مريم/95]

“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.“ (Maryam: 95)

Sekadar itikad baik tidaklah cukup. Itikad baik haruslah berjalan seiring dengan cara yang baik.

Kami goreskan tinta dalam lembar-lembar yang singkat ini, dengan tujuan agar semua pihak mendapatkan hidayah. Barangkali masih ada orang yang sudi membaca dan merenungkannya dengan penuh kesadaran. Juga agar semua pihak dapat bersikap dengan benar dan baik. Sekaligus ini sebagai pernyataan sikap kami, karena kami pun menuai getah dari aksi teror tersebut.



Taat kepada pemerintah dalam hal yang baik

Kaum muslimin harus meyakini tentang wajibnya taat kepada pemerintah dalam perkara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59) [النساء/59]

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.“ (An-Nisa: 59)

Ulil Amri adalah para ulama dan para umara’ (para penguasa), sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya. (Tafsir Al-Qur‘anil ‘Azhim, 1/530)

Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bernama Al-Irbadh Radhiyallah ‘anhu mengatakan:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ n ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ: أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam shalat mengimami kami, lalu beliau menghadapkan wajahnya kepada kami seraya memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang sangat mengena. Air mata berderai dan qalbu pun bergoncang karenanya. Maka seseorang mengatakan: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa wasiat anda kepada kami?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendengar dan taat (kepada penguasa) sekalipun dia seorang budak sahaya dari Habasyah (sekarang Ethiopia, red.). Karena siapa saja yang hidup sepeninggalku, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian pada sunnahku dan sunnah (tuntunan) para khulafa‘ur-rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian, serta jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam Islam), karena segala yang baru tersebut adalah bid‘ah dan segala yang bid‘ah adalah kesesatan.“ (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lain)

Untuk lebih lengkapnya, lihat pembahasan pada majalah Asy Syariah Vol. I/05.



Berlepas diri dari aksi teror

Kaum muslimin harus berlepas diri dari aksi-aksi teroris, karena aksi-aksi tersebut bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta sebagaimana dalam firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) [الأنبياء/107]

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.“ (Al-Anbiya: 107)

Beliau adalah seorang nabi yang sangat memiliki kasih sayang dan kelembutan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128) [التوبة/128]

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.“ (At-Taubah: 128)

Dalam sebuah riwayat dari Atha’ bin Yasar, ia berkata: Aku berjumpa dengan Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallah ‘anhuma maka aku pun mengatakan:

أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي التَّوْرَاةِ. فَقَالَ: أَجَلْ، وَاللهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِصِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ: يا أَيُّهَا النبي إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً وَحِرْزاً لِلْأُمِّيِّينَ وَأَنْتَ عَبْدِي وَرَسُوْلِي سَمَّيْتُكَ الْمُتَوَكِّلَ لَسْتَ بِفَظٍّ وَلاَ غَلِيظٍ وَلاَ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ. قَالَ يُونُسُ: وَلاَ صَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَةَ بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ فَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُناً عُمْياً وَآذَاناً صُمًّا وَقُلُوباً غُلْفاً

“Kabarkan kepadaku tentang sifat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam kitab Taurat.” Beliau menjawab: “Ya, demi Allah, beliau disifati dalam kitab Taurat seperti beliau disifati dalam Al-Qur’an: “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, sebagai pembawa berita gembira, sebagai pemberi peringatan, sebagai pelindung bagi kaum yang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan Rasul-Ku. Aku menamaimu Al-Mutawakkil (orang yang bertawakkal). Engkau bukanlah orang yang kasar tutur katamu, bukan pula kaku tingkah lakumu, bukan orang yang suka berteriak-teriak di pasar, bukan pula orang yang membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi justru memaafkan dan mengampuni kesalahan. Allah tidak akan mewafatkannya hingga Allah meluruskan dengannya agama yang bengkok, dengan orang-orang mengucapkan La Ilaha illallah. Dengan kalimat itu ia membuka mata yang buta, telinga yang tuli, dan qalbu yang tertutup.“ (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 2018, Ahmad dalam kitab Musnad, dan yang lain)

Bahkan dalam kondisi perang melawan orang kafir sekalipun, masih nampak sifat kasih sayang beliau. Sebagaimana pesan beliau kepada para komandan pasukan perang yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعْهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا، ثُمَّ قَالَ: اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ، في سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ -أَوْ خِلَالٍ- فَأَيَّتُهُنَّ مَا أََجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ…

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bila menetapkan seorang komandan sebuah pasukan perang yang besar atau kecil, beliau berpesan kepadanya secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, lalu beliau mengatakan: “Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir terhadap Allah. Berperanglah, jangan kalian melakukan ghulul (mencuri rampasan perang), jangan berkhianat, jangan mencincang mayat, dan jangan pula membunuh anak-anak. Bila kamu berjumpa dengan musuhmu dari kalangan musyrikin, maka ajaklah kepada tiga perkara. Mana yang mereka terima, maka terimalah dari mereka dan jangan perangi mereka. Ajaklah mereka kepada Islam, kalau mereka terima maka terimalah dan jangan perangi mereka…” (Shahih, HR. Muslim)

Dalam riwayat Ath-Thabarani (Al-Mu‘jam Ash-Shaghir no. hadits 340):

وَلاَ تَجْبُنُوْا، وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيْدًا، وَلاَ امْرَأةً، وَلاَ شَيْخًا كَبِيْرًا

“Jangan kalian takut, jangan kalian membunuh anak-anak, jangan pula wanita, dan jangan pula orang tua.“

Islam bahkan tidak membolehkan membunuh orang kafir kecuali dalam satu keadaan, yaitu manakala dia sebagai seorang kafir harbi (yang memerangi muslimin). Allah l berfirman:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9) [الممتحنة/8، 9]

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.“ (Al-Mumtahanah: 8-9)

Adapun jenis kafir yang lain, semacam kafir dzimmi yaitu orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan dan jaminan penguasa muslim, atau kafir mu‘ahad yaitu seorang kafir yang memiliki perjanjian keamanan dengan pihak muslim, atau kafir musta‘min yaitu yang meminta perlindungan keamanan kepada seorang muslim, atau sebagai duta pihak kafir kepada pihak muslim, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang membunuh mereka. Bahkan mereka dalam jaminan keamanan dari pihak pemerintah muslimin.

Kaum muslimin berlepas diri dari aksi-aksi teror tersebut, karena aksi-aksi tersebut mengandung pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran agama Islam yang mulia. Di antaranya:

1. Membunuh manusia tanpa alasan dan cara yang benar

2. Menumbuhkan rasa ketakutan di tengah masyarakat

3. Merupakan sikap memberontak kepada penguasa muslim yang sah

4. Menyelewengkan makna jihad fi sabilillah yang sebenarnya

5. Membuat kerusakan di muka bumi

6. Merusak harta benda

7. Terorisme Khawarij adalah bid’ah, alias perkara baru yang diada-adakan dalam agama, sehingga merupakan kesesatan.

Dan berbagai pelanggaran agama yang lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا (30) [النساء/29، 30]

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“ (An-Nisa: 29-30)

Janganlah membunuh diri kalian, yakni janganlah sebagian kalian membunuh yang lain. Karena sesama kaum muslimin itu bagaikan satu jiwa. (Lihat Tafsir As-Sa‘di)

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ (33) [المائدة/33]

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat tinggalnya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.“ (Al-Maidah: 33)

Makna memerangi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah menentang dan menyelisihi. Kata ini tepat diberikan pada perkara kekafiran, merampok di jalan, dan membuat ketakutan pada perjalanan manusia. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/50)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْنَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُوْنَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan mereka membenci kalian, yang kalian melaknatinya dan mereka melaknati kalian.“ Dikatakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita melawannya dengan pedang (senjata)?“ Beliau mengatakan: “Jangan, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat pada pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci maka bencilah perbuatannya dan jangan kalian cabut tangan kalian dari ketaatan.“ (Shahih, HR. Muslim)

Dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata:

حَدَّثَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberitahukan kepada kami bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.“ (Shahih, HR. Abu Dawud)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:

كَانَ يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ

“Adalah Rasulullah melarang dari ‘katanya dan katanya‘, banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan menyia-nyiakan harta.“ (Shahih, HR. Al-Bukhari dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallah ‘anhu )



Ideologi Teroris Khawarij

Mengapa kami memberi embel-embel kata teroris dengan kata Khawarij? Karena, kata teroris secara mutlak memiliki makna yang luas. Aksi teror telah dilakukan oleh banyak kalangan, baik yang mengatasnamakan Islam ataupun non-Islam, semacam yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap bangsa Palestina pada masa kini, dan semacam yang dilakukan oleh Sekutu terhadap bangsa Jepang dalam peristiwa pengeboman Nagasaki dan Hiroshima di masa lalu. Sehingga dengan penambahan kata “Khawarij” di belakang kata teroris, akan mempersempit pembahasan kita. Pembahasan kita hanya tentang orang-orang yang melakukan aksi-aksi teror di negeri kita akhir-akhir ini yang mengatasnamakan Islam atau mengatasnamakan jihad. Adapun Khawarij, merupakan sebuah kelompok sempalan yang menyempal dari Ash-Shirathul Mustaqim (jalan yang lurus) dengan beberapa ciri khas ideologi mereka.

Mengapa kami menyebutnya ideologi? Karena mereka memiliki sebuah keyakinan yang hakikatnya bersumber dari sebuah ide. Maksud kami, sebuah penafsiran akal pikiran yang keliru terhadap nash (teks) Al-Qur’an atau Al-Hadits. Dari sinilah kemudian mereka menyempal. Sekali lagi, hal ini terjadi akibat penafsiran yang salah terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan akibat penafsiran yang apa adanya, yang menurut sebagian orang kaku atau “saklek“, dan tidak pantas dikatakan sebagai salah satu bentuk ijtihad dalam penafsiran Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Sehingga, ideologi mereka sama sekali tidak bisa disandarkan kepada Islam yang benar. Demikian pula aksi-aksi teror mereka sama sekali tidak bisa dikaitkan dengan ajaran Islam yang mulia nan indah ini. Bahkan Islam berlepas diri dari mereka. Lebih dari itu, Islam justru sangat mengecam mereka, di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebut mereka sebagai anjing-anjing penghuni neraka seperti dalam hadits berikut ini:

كِلاَبُ أَهْلِ النَّارِ، خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ

“(Mereka) adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sebaik-baik korban adalah orang yang mereka bunuh.“ (Shahih, HR. Ahmad dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Lihat Shahih Al-Jami‘ no. 3347)

Para teroris Khawarij yang ada sekarang ini adalah salah satu mata rantai dari kaum Khawarij yang muncul sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam . Ketika itu, para sahabat masih hidup. Merekalah orang-orang yang memberontak kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan Radhiyallah ‘anhu dan membunuhnya. Mereka jugalah yang membunuh Khalifah Ali bin Abu Thalib Radhiyallah ‘anhu. Sekte ini terus berlanjut, turun-temurun diwarisi oleh anak cucu penyandang ideologi Khawarij sampai pada masa ini, yang ditokohi oleh Usamah bin Laden (yang telah diusir dari Kerajaan Saudi Arabia karena pemikirannya yang berbahaya), Al-Mis’ari, Sa’ad Al-Faqih, dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka bersama Al-Qaedahnya telah melakukan aksi-aksi teror di Saudi Arabia, bahkan di wilayah Makkah dan Madinah, sehingga menyebabkan kematian banyak orang, baik dari kalangan sipil maupun militer. Karenanya, pemerintah Saudi Arabia beserta para ulamanya (yaitu) anak cucu murid-murid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memberantas mereka. Sehingga para teroris Khawarij tersebut -termasuk yang ada di negeri ini- sangat benci kepada pemerintah kerajaan Saudi Arabia, dan ini menjadi salah satu ciri mereka.

Coba perhatikan, siapakah korban aksi teror mereka? Bukankah kaum muslimin? Perhatikanlah bahwa kaum muslimin juga menjadi target operasi mereka. Ya, walau awalnya mereka berdalih memerangi orang kafir, tapi pada akhirnya musliminlah yang menjadi sasaran mereka dan justru mereka akan lebih sibuk memerangi kaum muslimin. Sungguh benar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ

“Mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala.“ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sehingga kami memohon kepada segenap kaum muslimin agar tidak mengaitkan aksi teror mereka dengan ajaran Islam yang mulia, yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pembawa rahmat. Mereka sangat jauh dari Islam, Islam pun berlepas diri dari mereka. Jangan termakan oleh opini yang sangat dipaksakan untuk mengaitkan aksi-aksi itu dengan Islam. Opini semacam ini hanyalah muncul dari seseorang yang tidak paham terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya dan tidak paham jati diri para teroris Khawarij tersebut, atau muncul dari orang-orang kafir ataupun muslim yang “mengail di air keruh“, yang sengaja menggunakan momentum ini untuk menyudutkan Islam dan muslimin, semacam yang dilakukan pelukis karikatur terlaknat dari Denmark beberapa tahun silam.

Mungkin muncul pertanyaan, “Mengapa teroris Khawarij memerangi muslimin?” Jawabannya, bermula dari penyelewengan makna terhadap ayat:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (44) [المائدة/44]

“Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.“ (Al-Maidah: 44)

Kemudian, vonis brutal kepada banyak pihak sebagai kafir. Berikutnya, serampangan dalam memahami dan menerapkan dalil-dalil tentang larangan terhadap seorang muslim berloyal kepada orang kafir, sehingga beranggapan bahwa banyak muslimin sekarang, baik pemerintah secara khusus maupun rakyat sipil secara umum, telah berloyal kepada orang-orang kafir. Konsekuensinya, mereka tidak segan-segan menganggap banyak muslimin sebagai orang kafir. Semua itu berujung kepada tindakan teror yang mereka anggap sebagai jihad fi sabilillah.

Sebuah pemahaman yang sangat dangkal. Tidak sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim tersebut tidak berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tidak sesederhana itu menghukumi seorang muslim sebagai kafir, disebabkan si muslim tersebut loyal kepada orang kafir. Karena loyal itu bertingkat-tingkat, dan sebabnya pun bermacam-macam. Loyal yang jelas membuat seseorang menjadi kafir adalah bila loyalnya karena cinta atau ridha kepada agama si kafir tersebut. Untuk lebih lengkapnya, lihat pembahasan masalah takfir ini pada Asy Syariah Vol.I/08/1425 H/ 2004.



Mengidentifikasi teroris Khawarij

Kami merasa perlu untuk membahas secara singkat tentang ciri-ciri teroris Khawarij, karena kami melihat telah terjadi salah kaprah dalam hal ini. Kami memandang bahwa tidak tepat bila seseorang menilai orang lain sebagai teroris atau sebagai orang yang terkait dengan jaringan teroris, ataupun mencurigainya hanya berdasarkan dengan penampilan lahiriah (luar) semata.

Pada kenyataannya, para pelaku teror tersebut selalu berganti-ganti penampilan. Bahkan terkadang mereka cenderung memiliki penampilan yang akrab dengan masyarakat pada umumnya untuk menghilangkan jejak mereka. Lihatlah gambar-gambar Imam Samudra cs sebelum ditangkap. Sehingga, penampilan lahiriah -baik penampilan ala masyarakat pada umumnya atau penampilan agamis- akan selalu ada yang menyerupai mereka. Berdasarkan hal ini, penampilan lahiriah semata tidak bisa menjadi tolok ukur. Tatkala para teroris tersebut memakai topi pet, celana panjang, kaos serta mencukur jenggot, kita tidak bisa menjadikan hal-hal ini sebagai ciri teroris. Tidak boleh bagi kita untuk menilai orang yang serupa dengan mereka dalam cara berpakaian ini sebagai anggota mereka.

Demikian pula sebaliknya. Ketika para teroris itu berpenampilan Islami dengan memelihara jenggot, memakai celana di atas mata kaki, memakai gamis, dan istrinya bercadar, kita juga tidak bisa menjadikan penampilan ini sebagai ciri teroris. [1] Tidak boleh pula bagi kita untuk menilai orang yang berpakaian seperti mereka ini sebagai anggota jaringan mereka. Faktor pendorong orang-orang untuk berpenampilan agamis adalah karena hal itu merupakan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam -terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam hal cadar, apakah itu wajib atau sunnah-. Semua itu tak ubahnya ajaran agama Islam yang lain semacam shalat, puasa, dan lain sebagainya. Mereka para teroris Khawarij juga shalat dan berpuasa bahkan mungkin melakukannya dengan rajin dan penuh semangat. Lalu apakah kita akan menilai shalat dan puasa sebagai ciri teroris? Sehingga kita akan menuduh orang yang shalat dan puasa sebagai anggota jaringan teroris? Tentu tidak. Begitu pula jenggot dan cadar. Hal yang seperti ini hendaknya direnungkan.

Maka kami mengingatkan diri kami dan semua pihak dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (58) [الأحزاب/58]

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.“ (Al-Ahzab: 58)

Akan tetapi, di antara cara mengidentifikasi teroris Khawarij bisa dilakukan dengan hal-hal berikut ini:

1. Mereka memiliki pertemuan-pertemuan rahasia, yang tidak dihadiri kecuali oleh orang-orang khusus.

2. Mereka akan menampakkan kebencian terhadap penguasa muslim. Dalam pertemuan-pertemuan khusus, mereka tak segan-segan menganggap para penguasa muslim tersebut sebagai orang kafir.

3. Mereka akan menampakkan pujian-pujian terhadap para tokoh-tokoh Khawarij masa kini, semacam Usamah bin Laden dan yang sejalan dengannya.

4. Mereka gandrung terhadap buku-buku hasil karya tokoh-tokoh tersebut, juga buku-buku tokoh pergerakan semacam Sayyid Quthub, Salman Al-‘Audah, Fathi Yakan, Hasan Al-Banna, Said Hawwa, dan yang sejalan dengan mereka.

Ini semua sebatas indikasi yang mengarah kepada terorisme. Untuk memastikannya, tentu perlu kajian lebih lanjut terhadap yang bersangkutan.



Tidak boleh melindungi teroris Khawarij

Kami meyakini bahwa melindungi teroris Khawarij atau para pelaku kejahatan yang lain merupakan salah satu dosa besar yang bisa menyebabkan seseorang menuai laknat. Sebagaimana diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallah ‘anhu, beliau berkata:

مَا عِنْدَنَا شَيْءٌ إِلَّا كِتَابُ اللهِ وَهَذِهِ الصَّحِيفَةُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا، مَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلَا عَدْلٌ

Kami tidak memiliki sesuatu kecuali kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan lembaran ini yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Madinah adalah tanah suci antara gunung ‘A-ir sampai tempat ini; Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (dalam agama) atau melindungi orang yang jahat, maka laknat Allah atasnya, laknat para malaikat dan manusia seluruhnya, tidak diterima darinya tebusan maupun taubat.“ (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ الله مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ الله مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ

“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah melaknat orang melindungi penjahat, Allah melaknat orang yang mencaci kedua orangtuanya, dan Allah melaknat orang yang mengubah batas tanah.“ (Shahih, HR. Muslim)



Membenarkan upaya pemberantasan terorisme

Kaum muslimin juga membenarkan secara global upaya pemberantasan terorisme, karena aksi teror adalah perbuatan yang mungkar. Sementara, di antara prinsip agama Islam yang mulia ini adalah amar ma‘ruf dan nahi munkar, yaitu memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar. Sehingga, masyarakat secara umum terbebani kewajiban ini sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Untuk itu, sudah semestinya seluruh elemen masyarakat bahu-membahu memberantas terorisme ini dengan cara yang benar, sesuai dengan bimbingan Islam.

Di antara salah satu upayanya adalah memberikan penjelasan yang benar tentang ajaran agama Islam, jauh dari pemahaman yang melampaui batas dan juga tidak menggampang-gampangkan sehingga lebih dekat kepada pemahaman liberalisme dalam agama. Akan tetapi tepat dan benar, sesuai yang dipahami para sahabat di antaranya adalah sahabat ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallah ‘anhu (yang menjadi korban paham Khawarij yang menyimpang dari pemahaman para sahabat). Karena para sahabat adalah orang yang paling memahami ajaran agama ini setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Lebih khusus pemahaman tentang jihad, dengan pemahaman yang tidak ekstrem sebagaimana kelompok Khawarij dan tidak pula menyepelekan sebagaimana kelompok Liberal. Namun dengan pemahaman yang mengacu kepada jihad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta bimbingan para ulama yang mengikuti jejak mereka.

Demikian pula tentang kewajiban rakyat terhadap pemerintah, baik ketika pemerintah itu adil atau ketika tidak adil. Tetap taat kepadanya dalam perkara yang baik dan bersabar atas kekejamannya.

Juga bagaimana tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam menasihati penguasa ketika penguasa itu salah, zalim, dan tidak adil, yaitu menyampaikan nasihat dengan cara yang tepat tanpa mengandung unsur provokasi yang membuat rakyat semakin benci terhadap pemerintahnya. (lihat majalah Asy Syariah Vol. I/05/1424 H/2004)

Kemudian memahami klasifikasi orang kafir, serta hukum terhadap masing-masing jenis. Karena, tidak bisa pukul rata (Jawa: gebyah uyah, red.) bahwa semua jenis orang kafir boleh atau harus dibunuh.

Juga memahami betapa besarnya nilai jiwa seorang muslim di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak bermudah-mudah dalam melakukan perbuatan yang menjadi sebab melayangnya nyawa seorang muslim.

Memahami pula kapan seseorang dihukumi tetap sebagai muslim dan kapan dihukumi sebagai orang kafir; dengan pemahaman yang benar, tanpa berlebihan atau menyepelekan, serta memahami betapa bahayanya memvonis seorang muslim sebagai orang kafir.

Selanjutnya memahami betapa jeleknya seorang Khawarij sebagaimana tertera dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dan terakhir, memahami pula bahwa bom bunuh diri hukumnya haram dan merupakan dosa besar, walaupun sebagian orang berusaha menamainya dengan bom syahid untuk melegitimasi operasi tak berperikemanusiaan tersebut.

Tentunya, rincian masalah ini menuntut pembahasan yang cukup panjang. Bukan pada lembaran-lembaran yang ringkas ini. Namun apa yang disebutkan cukup menjadi isyarat kepada yang lebih rinci.



Penutup

Kami ingatkan semua pihak, bahwa munculnya aksi teroris Khawarij ini merupakan ujian bagi banyak pihak. Di antaranya:

Pihak pertama, orang-orang yang berkeinginan untuk menjadi baik dan mulai menapaki jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka menyadari pentingnya berpegang teguh dengan ajaran-ajaran beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mulia nan indah. Mereka menyadari betapa bahayanya arus globalisasi yang tak terkendali terhadap ajaran Islam yang benar. Mereka berusaha mengamalkan ajaran Islam pada diri dan keluarga mereka untuk melindungi diri mereka sehingga tidak terkontaminasi oleh berbagai kerusakan moral bahkan aqidah, sekaligus melindungi diri dan keluarga mereka dari api neraka di hari akhirat, dalam rangka mengamalkan firman Allah l:

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6) [التحريم/6]

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.“ (At-Tahrim: 6)

Pihak ini menjadi korban aksi teroris. Karena para teroris dengan aksi mereka, telah mencoreng Islam di mata masyarakat yang luas, sehingga pihak ini menuai getah dari aksi para teroris tersebut. Pihak ini akhirnya dicurigai oleh masyarakat sebagai bagian dari jaringan teroris hanya karena sebagian kemiripan pada penampilan luar, padahal aqidah dan keyakinan mereka sangat jauh dan bertentangan. Sehingga celaan, cercaan, sikap dingin, diskriminasi bahkan terkadang intimidasi (ancaman) dari masyarakat kepada mereka pun tak terelakkan. Maka kami nasihatkan kepada pihak ini untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala kesulitan yang mereka dapatkan. Janganlah melemah, tetaplah istiqamah. Jadikan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai tujuan. Ingatlah pesan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ فَاسْتَقِمْ

“Katakan: ‘Aku beriman kepada Allah‘ lalu istiqamahlah.“ (Shahih, HR. Muslim dari sahabat Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi Radhiyallah ‘anhu)

Pihak kedua, adalah orang awam pada umumnya. Tak sedikit dari mereka ber-su‘uzhan (buruk sangka) kepada pihak pertama karena adanya aksi-aksi teror tersebut. Mereka memukul rata tanpa membedakan. Bahkan lebih parah dari itu, aksi teror tersebut memunculkan fobi terhadap Islam pada sebagian mereka, kecurigaan kepada setiap orang yang mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan keislaman. Bahkan mungkin sebagian orang curiga terhadap Islam itu sendiri. Ya Allah, hanya kepada Engkaulah kami mengadu. Betapa bahayanya kalau kecurigaan itu sudah sampai pada agama Islam itu sendiri, sementara Islam berlepas diri dari kejahatan ini. Tak pelak, tentu hal ini akan menumbuhkan rasa takut dan khawatir untuk mendalami ajaran Islam dan untuk lebih mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai amalan ibadah.

Nasihat kami kepada pihak ini, janganlah salah dalam menyikapi masalah ini, sehingga menghalanginya untuk lebih mendalami Islam dan lebih mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pelajarilah Islam dengan benar, ikuti jejak para As-Salafush Shalih, para sahabat, serta menjauhi pemahaman ekstrem Khawarij dan menjauhi paham liberalisme serta inklusivisme yang bermuara pada kebebasan yang luas dalam memahami ajaran agama. Dengan cara ini, insya Allah mereka akan dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah. Jalan pun menjadi terang baginya sehingga dia tidak akan salah dalam menentukan sikap dan tidak terbawa oleh arus.

Pihak ketiga, anak-anak muda yang punya antusias terhadap agama. Aksi teroris, penangkapan para teroris, dan berbagai berita yang bergulir dan tak terkendali, juga merupakan ujian buat mereka. Berbagai macam sikap tentu muncul darinya, antara pro dan kontra. Kami nasihatkan kepada mereka agar bisa bersikap adil dalam menilai. Jangan berlebihan dalam bersikap. Jangan menilai sesuatu kecuali berdasarkan ilmu, baik ilmu agama yang benar yang menjadi barometer dalam menilai segala sesuatu, maupun ilmu (baca: pengetahuan) terhadap hakikat segala yang terjadi. Lalu terapkanlah barometer tersebut pada hakikat realita yang terjadi. Jangan terbawa emosi karena larut dalam perasaan yang dalam.

Sebagaimana kami nasihatkan kepada anak-anak muda yang bersemangat dalam menjunjung nilai-nilai Islam, agar mereka tidak salah memilih jalan mereka. Ada 73 jalan yang berlabel Islam di hadapan anda. Masing-masing jalan akan mempersunting anda untuk menjadi anggota keluarganya. Bila tidak berhati-hati, anda akan menjadi anggota keluarga penghuni neraka. Karenanya, ikutilah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam menentukan jalan di tengah-tengah perselisihan yang banyak. Ikuti Sunnah Nabi dan para Khulafa’ur-rasyidin. Jauhilah bid’ah. Ingatlah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang lalu di awal pembahasan ini.

Demikian apa yang bisa kami sumbangkan kepada Islam dan muslimin serta umat secara umum terkait masalah ini. Kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal kami. Ampunan-Nya senantiasa kami mohon, sampai kami berjumpa dengan-Nya pada hari yang harta dan anak sudah tidak lagi bermanfaat padanya, kecuali mereka yang datang kepada-Nya dengan qalbu yang bersih.

Amin…

Footnote :
[1] Perlu diketahui bahwa penampilan seperti itu sebenarnya merupakan cara penampilan yang dituntunkan dalam syariat dan dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad n, serta diamalkan oleh para sahabat dan para salafush shalih, serta para ulama Ahlus Sunnah yang mulia. Jadi, sebenarnya itu merupakan ciri-ciri seorang muslim yang berpegang teguh dengan agamanya. Sepantasnya seorang muslim berpenampilan dengan penampilan seperti itu. Namun para teroris Khawarij tersebut telah menodai ciri-ciri yang mulia ini, dengan mereka terkadang berpenampilan dengan penampilan tersebut. Sehingga sampai-sampai kaum muslimin sendiri tidak mau berpenampilan dengan penampilan Islami seperti di atas, karena beranggapan bahwa penampilan tersebut adalah penampilan teroris. Nyata-nyata para teroris Khawarij tersebut telah membuat jelek Islam dari segala sisi!

(Sumber http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=64)